"Smith bukan hanya menemukan Delisa, tapi juga menemukan dirinya sendiri."
Satu aspek menarik dalam novel ini adalah transformasi Letnan Smith. Dari seorang marinir AS yang sekadar menjalankan misi, ia berubah menjadi pribadi yang tercerahkan oleh ketulusan seorang gadis kecil. Smith masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Salam. Ini bukan konversi agama yang dangkal, tetapi perjalanan spiritual yang menggambarkan kekuatan pendidikan informal.
Kita sering lupa bahwa pendidikan tak hanya terjadi pada anak. Orang dewasa pun perlu terus belajar. Dalam konteks pendidikan nasional, guru dan orang tua juga harus terus membuka diri terhadap pelajaran yang datang dari murid, bahkan dari peristiwa yang tidak terduga.
Smith menjadi simbol bahwa pendidikan bisa datang dari arah yang tak disangka. Dan dalam dunia yang terus berubah ini, kita semua---baik tua maupun muda---adalah pelajar kehidupan.
Keunggulan dan Kelemahan Novel
Keunggulan utama novel Hafalan Shalat Delisa terletak pada kekuatan naratif yang sederhana tapi membekas. Gaya bahasa yang mudah diakses, dialog yang jujur, dan sudut pandang anak-anak membuat novel ini cocok untuk semua kalangan. Tere Liye sukses merajut nilai-nilai pendidikan, spiritualitas, dan sosial dalam alur cerita yang mengalir dan menyentuh.
Namun, kelemahan novel ini terletak pada beberapa penggambaran yang cenderung idealis dan dramatis. Karakter Delisa terkesan "terlalu sempurna" untuk anak usia 6 tahun dalam merespons bencana, sehingga kadang mengurangi realisme psikologisnya. Beberapa pembaca mungkin merasa sisi gelap trauma dan proses pemulihan kurang dieksplorasi mendalam.
Relevansi, Koherensi, dan Urgensi dengan Potret Pendidikan Nasional
Dalam konteks Hari Pendidikan Nasional, Hafalan Shalat Delisa relevan sebagai pengingat akan pentingnya pendidikan berbasis nilai. Saat sistem pendidikan kita masih berkutat pada ujian dan angka, novel ini membawa kita kembali pada esensi: mendidik manusia seutuhnya, lahir dan batin.
Koherensi cerita dengan realitas pendidikan saat ini sangat terasa. Anak-anak yang terdampak bencana, kemiskinan, atau konflik masih kerap terpinggirkan. Delisa adalah cerminan dari ribuan anak yang tetap belajar meski dalam keterbatasan. Pendidikan seharusnya hadir untuk mereka---bukan hanya bagi mereka yang berada dalam zona nyaman.
Urgensinya terletak pada bagaimana novel ini membuka mata kita bahwa pendidikan bisa mengubah dunia, bahkan jika dimulai dari doa seorang anak kecil yang dibisikkan lirih dalam reruntuhan. Dan momentum Hardiknas adalah saat yang tepat untuk kembali menimbang ulang arah pendidikan nasional kita.