Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Delisa dan Ikhlas yang Teramat Sunyi

3 Mei 2025   07:30 Diperbarui: 3 Mei 2025   07:30 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nilai Ikhlas dalam Pendidikan Karakter  (Dok. Shopee)

Di tengah krisis moral yang melanda dunia pendidikan saat ini---dari kecurangan ujian hingga kekerasan verbal---kisah Delisa menjadi oase. Ikhlas bukan lagi kata yang mengawang, tetapi napas yang membentuk karakter. Dan pendidikan sejatinya harus mengarah ke sana: membentuk manusia yang utuh, bukan hanya pintar secara akademis.

2. Keteladanan Keluarga sebagai Sekolah Pertama

"Umi selalu bilang, belajar itu dimulai sejak kita membuka mata di pagi hari."

Novel ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak selalu dimulai di sekolah. Umi Salamah dan Abi Usman adalah figur orang tua yang menjadikan rumah mereka sebagai madrasah kehidupan. Kebiasaan salat subuh berjamaah, hafalan doa, serta penghargaan atas usaha anak menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual dan intelektual dibangun dari rumah terlebih dahulu.

Saat ini, tantangan besar dunia pendidikan adalah renggangnya relasi antara orang tua dan anak. Gadget, tekanan kerja, dan arus informasi membuat banyak keluarga kehilangan ruang untuk membentuk nilai secara utuh. Delisa beruntung memiliki figur umi yang sabar dan abi yang meski jarang di rumah, tetap memberikan pengaruh kuat secara emosional.

Dalam konteks Hari Pendidikan Nasional, novel ini menegaskan pentingnya kolaborasi keluarga dan sekolah. Sekolah tak bisa menggantikan peran orang tua, dan keluarga tak bisa menyerahkan seluruh tanggung jawab pada guru. Pendidikan adalah kerja sama batin antara rumah, sekolah, dan masyarakat.

3. Belajar Melalui Ujian Kehidupan

"Terkadang, ujian datang justru saat kita sedang membaca doa dengan khusuk."

Delisa menghafal bacaan salat bukan untuk lomba, bukan pula untuk nilai, tetapi karena tugas sekolah dan janji hadiah dari umi. Namun, tepat di saat ia mengucapkan takbiratul ihram dalam ujian itu, tsunami menggulung segalanya. Tere Liye menggambarkan peristiwa itu sebagai kontras tajam antara kegiatan belajar dengan kedahsyatan bencana. Dan justru dari situlah pelajaran sejati muncul.

Pendidikan masa kini cenderung memisahkan antara pelajaran di kelas dan pengalaman hidup nyata. Padahal, anak-anak lebih banyak belajar dari pengalaman langsung, termasuk dari kegagalan dan bencana. Delisa adalah contoh nyata bagaimana anak bisa belajar keteguhan, keberanian, dan kepercayaan melalui pengalaman ekstrem.

Dalam konteks pandemi COVID-19 yang baru kita lalui, kisah Delisa sangat relevan. Banyak anak kehilangan orang tua, ketinggalan pelajaran, dan hidup dalam tekanan ekonomi. Tapi mereka juga bisa belajar bertahan, berbagi, dan bangkit. Pendidikan yang membekas bukan hanya dari buku, tapi dari cara kita memaknai hidup sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun