Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Angin Tuntutan Berembus dari Forum Purnawirawan

28 April 2025   09:16 Diperbarui: 28 April 2025   09:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Forum Purnawirawan menyampaikan  delapan tuntutan Dok. Tribun News)

Namun, suara purnawirawan ini tetap tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia mencerminkan irisan antara dunia prosedural dengan dunia nurani. Tuntutan yang lahir dari kekhawatiran moral tetap memiliki tempat dalam diskusi publik, bahkan bila jalur konstitusionalnya tampak buntu.

Pemerintah perlu membangun mekanisme moral hearing di luar jalur formal: forum konsultatif nasional yang rutin mendengarkan kritik moral publik, sebagai pelengkap supremasi hukum, bukan pengganti.

Gibran di Tengah Badai: Diam atau Menjawab?

Gibran Rakabuming Raka, sosok muda yang kini berada di sorotan, memilih sikap diam atas tuntutan ini. Sikapnya mengundang berbagai tafsir: apakah ini bentuk ketenangan yang bijak, atau justru ketidakpekaan terhadap arus bawah yang tengah bergolak?

Kutipan yang muncul dalam perbincangan publik terasa menohok: "Pemimpin yang tak menjawab rakyatnya, lambat-laun hanya akan berbicara pada bayangannya sendiri." Ini menjadi tantangan besar bagi Gibran: apakah ia siap memikul beban sejarah yang kini ada di pundaknya?

Dalam dunia politik yang kian cair, diam bisa jadi emas, tapi juga bisa menjadi jebakan. Ada kalanya rakyat membutuhkan pemimpin muda yang berani bersuara — bukan untuk membela diri, melainkan untuk menjelaskan, menegaskan arah, dan menumbuhkan kembali kepercayaan. Dalam politik, diam itu berlapis makna: bisa menenangkan, bisa juga memperparah ketidakpercayaan publik. Momentum ini seharusnya digunakan Gibran untuk memperjelas posisi etisnya di hadapan rakyat.

Gibran sebaiknya melakukan public statement terbuka — bukan sekadar pembelaan diri, tapi refleksi tentang makna etik jabatan, komitmennya terhadap reformasi, dan strategi membangun demokrasi partisipatif yang kuat.

Membaca Angin, Menyusun Jalan Baru

Tuntutan forum purnawirawan ini, apapun bentuk akhirnya, adalah cermin yang tak boleh diabaikan. Di dalamnya ada kecemasan, ada pengalaman panjang, ada harapan bahwa bangsa ini tetap berjalan di jalur etika dan kebangsaan sejati.

Pemerintah baru, termasuk pasangan Prabowo-Gibran, harus cermat membaca angin ini. Bukan untuk tunduk pada tekanan politik semata, tetapi untuk mendengar getar-getar kegelisahan yang mungkin mencerminkan suara diam sebagian rakyat.

Dalam salah satu sesi penutupan forum, terdengar kalimat reflektif: "Seorang pelaut ulung tidak memusuhi angin, ia belajar menaklukkannya." Kalimat ini seolah menjadi pelajaran kecil: di era transisi ini, kecakapan membaca anginlah yang akan menentukan apakah kapal besar bernama Indonesia berlayar mulus, atau malah terombang-ambing dalam badai baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun