Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Di Balik Merajalelanya TikTok

28 Agustus 2020   18:46 Diperbarui: 29 Agustus 2020   09:51 2272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kon Karampelas on Unsplash (Unsplash.com/@konkarampelas)

Mulai dari baris lagu "dominique-nique-nique," dari lagu lawas Prancis yang dibawakan oleh The Singing Nun hingga alunan trek "mi pan, zu zu zum," yang terinspirasi dari iklan sereal asal Rusia. 

Berjam-jam waktu yang dihabiskan untuk menyaksikan video-video TikTok membuat pikiran para penggunanya dipenuhi earworm dan rangkaian gerakan viral yang seolah-olah adiktif. Aplikasi yang mulanya banyak dicemooh dan diberi label cringe ini sekarang digandrungi oleh ratusan juta orang. Bahkan mungkin Anda adalah salah satu penggunanya.

TikTok adalah aplikasi yang berfungsi sebagai media pembuatan dan penyebaran video pendek berdurasi tidak lebih dari lima belas detik. Konten yang umum ditemui di TikTok adalah video lipsync, komedi, challenge, dan video informatif pendek yang menarik. 

Dok. Kanopi FEBUI
Dok. Kanopi FEBUI
Sejujurnya video TikTok sangatlah variatif. Ditambah dengan video editing tools yang tergolong sangat canggih untuk aplikasi telepon genggam, kreator TikTok benar-benar diberi kebebasan sedemikian luas untuk mengekspresikan diri mereka.

Bangkitnya TikTok
Genesis dari aplikasi yang berada di bawah naungan perusahaan Tiongkok bernama ByteDance ini cukup berbeda dari aplikasi pada umumnya. TikTok yang kita kenal saat ini terlahir dari dua aplikasi berbeda, yaitu Douyin dan Musical.ly. 

Aplikasi Musical.ly merupakan yang pertama diluncurkan dari antara kedua aplikasi pendahulu TikTok, tepatnya pada Agustus 2014 oleh Alex Zhu dan Louis Yang. Pada September 2016, ByteDance meluncurkan aplikasi serupa bernama Douyin yang difokuskan bagi pasar Tiongkok. 

Keberhasilan Douyin kemudian mendorong ByteDance untuk melebarkan sayap mereka dengan meluncurkan TikTok yang diperuntukkan bagi pasar asing. Pada 2018, ByteDance mengakuisisi Musical.ly dan menggabungkan Musical.ly dengan TikTok. Kini, Tiktok sudah diunduh lebih dari 2 miliar kali dan memiliki 800 juta pengguna aktif yang tersebar di berbagai belahan dunia. 

Kekuatan aplikasi ini memang tak terbantahkan. Pemerintah dari dua pasar terbesar TikTok, yakni India dan Amerika Serikat, sampai dibuat gundah dengan keberadaan TikTok yang mereka pandang sebagai ancaman bagi kedaulatan negara.

Tetapi kali ini kita tidak membahas soal dinamika politik yang menyelimuti TikTok. Pembahasan kita akan berfokus pada alasan di balik merajalelanya TikTok yang akan berusaha kita pahami dari sudut pandang behavioral economics. Let's jump right in!

Demonstration effect
"Seseorang melakukan sesuatu karena semua orang melakukannya". Pernyataan ini merangkum konsep dasar demonstration effect yang menjadi katalis meroketnya TikTok.

Teori mengenai demonstration effect diperkenalkan oleh ekonom heterodoks James Duesenberry yang menemukan bahwa pola konsumsi masyarakat tidak hanya ditentukan oleh perubahan harga atau pendapatan saja, tetapi juga oleh pola konsumsi orang-orang di sekitar mereka. 

Duesenberry berargumen bahwa interdependensi preferensi individu terjadi karena adanya suatu kebutuhan untuk menjaga status sosial individu dalam masyarakat. 

Pada mulanya, upaya ByteDance untuk memperluas pasar aplikasi video pendek seperti Douyin dengan memperkenalkan TikTok belum membuahkan hasil yang maksimal. 

Amerika Serikat menjadi salah satu pasar yang sangat sulit untuk ditembus. Tetapi setelah merging antara TikTok dan Musical.ly dieksekusi pada 2018, TikTok berhasil menerobos negeri paman Sam dengan memindahkan 18 juta pengguna aktif Musical.ly di Amerika Serikat ke aplikasinya. 

Aksi ini menjadi katalis ampuh pertumbuhan TikTok. Angka pengunduhan bulanan TikTok benar-benar terlempar jauh dan bahkan berhasil melampaui angka pengunduhan bulanan raksasa media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan Snapchat per September 2018.

Strategi merging ini membuka gerbang bagi TikTok untuk menguasai Amerika Serikat. Penetrasi ke dalam pasar negara adidaya ini begitu penting karena Amerika Serikat masih menjadi poros budaya populer dunia dengan 300 juta penduduknya dan leverage sebagai negara berbahasa Inggris yang mampu menjangkau lebih dari dua miliar English-speakers di dunia. Ketika sesuatu sedang marak di Amerika Serikat, seluruh dunia langsung mengetahuinya. 

Hal itu nampaknya juga telah dibingkai dalam teori. Ekonom Ragnar Nurkse (1953) menyatakan bahwa ketika orang-orang terekspos akan suatu produk atau way of living yang baru, mereka akan merasakan ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan atas way of living mereka yang lama. Akan tercipta keinginan baru untuk mencoba produk baru ini, apalagi bila produk tersebut dinilai sebagai sesuatu yang superior. 

Ini memang merupakan suatu kenyataan yang menyedihkan. Tetapi realitanya masih banyak masyarakat di berbagai belahan dunia yang mengagungkan segala hal yang berbau kebarat-baratan. Itulah mengapa TikTok yang booming di Amerika Serikat segera disusul dengan boom di banyak negara lain. 

Efek ini terus teramplifikasi dengan menyebarnya demam TikTok di komunitas-komunitas sekitar kita. Sederhananya, merajalelanya TikTok terjadi karena semua orang merasa bahwa semua orang menggunakannya. 

Semua dapat berkarya, semua dapat dilihat
Mengedit video itu bukanlah perkara mudah. Diperlukan kecakapan tinggi dan usaha yang besar untuk memproduksi video-video yang menarik. Tetapi lahirnya aplikasi-aplikasi video editing yang bersifat user-friendly di smartphone mendatangkan jawaban bagi masalah high-barrier untuk menghasilkan video apik. 

Memang tidak dapat dimungkiri bahwa kualitas video yang dihasilkan pasti berbeda. Tapi dengan usaha dan keterampilan minim, masyarakat awam kini dapat dengan mudah menjadi seorang kreator video. 

TikTok berhasil menjadi tempat bagi semua orang untuk membuat dan membagikan video pendek mereka. Durasi maksimal video di ambang 60 detik menjadi kesegaran tersendiri bagi kreator karena mereka tidak harus memikirkan alur yang panjang selayaknya video di Youtube. 

Alat untuk mengedit pun tersedia dengan melimpah: green screen, background music, dan berbagai efek unik lainnya. Pengguna juga tidak selalu dituntut untuk memiliki ide video yang cemerlang. 

Terdapat banyak challenge dan trend yang tersedia untuk diikuti tanpa harus pikir panjang. Intinya, TikTok menyediakan low-barrier of entry bagi masyarakat untuk bergabung di dalam komunitas kreator.

Teoretikus behavioral economics Richard Thaler mengatakan, "If you want to get somebody to do something, make it easy." Thaler dan Sunstein (2008) mempopulerkan konsep nudge untuk mendorong perilaku tertentu dengan mengubah arsitektur pilihan masyarakat. 

Ketika TikTok mampu menjadikan proses pembuatan video sebagai sesuatu yang mudah, TikTok telah menyediakan nudge bagi pengguna untuk memproduksi video. 

Dan ketika TikTok memungkinkan video dari semua kreator untuk ditonton oleh jutaan orang melalui "For You" page, TikTok mendorong penggunanya untuk menghasilkan video berkualitas dengan menyediakan harapan bagi seluruh pengguna untuk menjadi terkenal terlepas dari jumlah pengikut mereka.

Hiburan tanpa perlu pusing
Memilih tidaklah selalu menjadi aktivitas yang menyenangkan. Schwartz (2004) menyatakan bahwa pilihan bersifat paradoksal sehingga terlalu banyak pilihan malah akan membuat seseorang menjadi stres ketimbang bahagia. 

Banyaknya pilihan yang ada akan mendorong individu untuk berfokus pada trade-off dari missed opportunities yang mungkin terjadi dan bukan nilai dari pilihan yang ingin ia pilih. 

Ketika kita ingin bersantai dan menghilangkan penat, hal terakhir yang kita inginkan adalah dibuat stres. Fitur "For You page" pada TikTok yang menyajikan video-video pendek tanpa akhir yang dapat terus di-scroll oleh pengguna tanpa harus berpikir dan memilih menjadi hiburan instan yang banyak diminati masyarakat. 

Belum lagi algoritma TikTok yang mampu mendeteksi video seperti apa yang disukai oleh masing-masing pengguna membuat para pengguna tak bosan-bosannya menyaksikan cuplikan-cuplikan video pada layar telepon genggam. Nyatanya pengguna TikTok menghabiskan rata-rata 52 menit per hari untuk mengakses juggernaut video pendek ini (BusinessofApps, 2019). 

Kesimpulan
Fitur yang ditawarkan TikTok dirancang dengan begitu apiknya. Aplikasi ini berhasil untuk memanfaatkan tendensi-tendensi alamiah manusia dalam mengikuti pola konsumsi orang-orang di sekitarnya, mencari hal-hal yang serba mudah, dan menghindari kebingungan saat dihadapkan pada kewajiban untuk memilih dari pool pilihan yang terlalu luas. 

Apakah TikTok akan terus berjaya? Tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti. Aplikasi ini kini sedang menghadapi tantangan berat dengan pemblokiran di India hingga konflik dengan pemerintah Amerika Serikat yang berujung pada pengunduran diri Kevin Mayer dari posisi CEO. 

Tetapi satu hal yang kita ketahui---TikTok memiliki competitive edge yang mampu membedakannya dari para kompetitor dan membuat para penggunanya betah men-scroll "For You" page mereka.

Referensi

  • Mccormick, Ken. (1983). "Duesenberry and Veblen: The Demonstration Effect Revisited". Journal of Economic Issues. 
  • Nurkse, Ragnar. (1953). Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries. Venezuela: SERBIULA. 
  • Thaler, R. H., & Sunstein, C. R. (2009). Nudge: improving decisions about health, wealth, and happiness. New York: Penguin Books.
  • Violeta, Marcha. (2019, October 4). The Paradox of Choice:The More, (Not) The Merrier. Kanopi FEB UI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun