Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Revisi UU Ketenagakerjaan, Rekonstruksi Menuju Fleksibilitas

23 Agustus 2019   19:12 Diperbarui: 12 Oktober 2019   11:08 2094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja. (thikstockphotos)

Tingginya cost of labor juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor formal secara signifikan. Kucuran dana dari mancanegara dalam bentuk foreign direct investment (FDI) pun terhambat akibat perundang-undangan ketenagakerjaan yang terlalu kaku.

Isu ini sangat disayangkan karena FDI merupakan kucuran dana yang dampaknya akan dapat dicicipi secara jangka panjang dibandingkan investasi di sektor keuangan seperti yang kerap dilakukan investor asing kepada Indonesia. 

Selain itu, FDI yang meningkatkan neraca modal dapat mendanai defisit transaksi berjalan (CAD) dengan cara yang lebih berkesinambungan sebab tidak mudah "lari" ke luar negeri layaknya investasi portofolio. 

Kakunya peraturan perihal ketenagakerjaan menyebabkan penyedia pekerjaan formal enggan untuk membuka lapangan kerja anyar akibat biaya perusahaan yang meningkat. 

Ini sangat disayangkan oleh pemerintah, sebab tenaga kerja sektor formal yang akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Revisi perundang-undangan ketenagakerjaan dinilai dapat menjadi salah satu solusi demi mengentaskan problematika middle income trap.

ilustrasi: KajiPOST
ilustrasi: KajiPOST
Analisis Implementasi Kemerdekaan

Mobilisasi ketenagakerjaan menuju pengaturan yang lebih fleksibel, walau merupakan pengalaman baru bagi pekerja Indonesia, sudah merupakan norma dan sesuatu yang lazim bagi hampir seluruh perekonomian besar di ASEAN. 

Terdapat dua elemen esensial dalam usulan revisi perundang-undangan ketenagakerjaan yang merupakan faktor pembeda Indonesia dari negara-negara ASEAN lainnya, yaitu sistem kontrak kerja dan penghitungan pesangon. Dapat dikatakan bahwa asosiasi 'kanebo kering' terhadap pengaturan ketenagakerjaan di Indonesia akurat apabila dikomparasi dengan negara ASEAN lain.

Indonesia sangatlah murah hati dalam memberikan pesangon sebagai kompensasi pemberhentian kerja dalam jumlah yang kolosal. Seorang pekerja yang memiliki masa kerja 10 tahun secara hukum berhak untuk meraup pesangon sampai sebesar 36 bulan gaji (setelah menghitung Peraturan Menteri Tenaga Kerja). 

Jika dibandingkan dengan Indonesia, mekanisme penghitungan dan pembagian uang pesangon negara ASEAN lain relatif kikir. Alasan PHK menjadi konsiderasi dalam menentukan jumlah pesangon yang didapat oleh pekerja di negara gajah putih. 

Untuk PHK pada umumnya yang terpapar dalam Thai Labor Protection Act, pesangon yang wajib diberikan dimulai dari sebesar gaji 30 hari kerja untuk pekerja yang mengabdi di bawah satu tahun sampai sebanyak gaji 300 hari kerja untuk pekerja yang sudah mengabdi selama lebih dari sepuluh tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun