Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Oleh-oleh dari Sudut Pandang Ilmu Ekonomi, Efisien dan Rasional kah?

9 Maret 2018   16:34 Diperbarui: 20 April 2018   12:33 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai orang Indonesia, kewajiban untuk membeli oleh-oleh selalu melekat saat bepergian ke tempat yang cukup jauh. Saat memberi tahu teman bahwa kita akan pergi ke luar negeri, teman kita tersebut sering mengatakan jangan lupa oleh-olehnya ya. Kata-kata merupakan komentar yang standar, bahkan diucapkan hampir sesering selamat jalan.

Sering kita tidak yakin apakah ucapan tersebut sifatnya bercanda atau serius. Ambiguitas dari permintaan untuk oleh-oleh ini lalu mendorong kita untuk memenuhinya. Saking terbiasanya, mungkin kita sudah menganggap oleh-oleh sebagai budaya yang tidak perlu terlalu banyak dipikirkan. Namun bagaimana jika kita melihat oleh-oleh dari kacamata ekonomi?

Efisiensi alokasi sumber daya

Pada tahun 1993, Joel Waldfogel mempublikasikan sebuah paper yang berjudul "The Deadweight Loss of Christmas", di mana ia berteori bahwa praktik memberikan kado merupakan suatu inefisiensi alokasi sumber daya ekonomi. Inefisiensi ini timbul saat penerima kado menghargai kadonya lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan pemberi kado. Bahkan Waldfogel melakukan survei selama 15 tahun dan menemukan bahwa kita menghargai kado yang kita terima 20% lebih rendah dari barang yang kita beli sendiri.

Akar dari permasalahan ini adalah ketidaksempurnaan kemampuan pemberi dalam memilih kado yang tepat. Waldfogel berkesimpulan bahwa jika pemberinya memberikan uang tunai, nilai yang didapatkan penerima akan lebih besar karena hanya dia yang dapat memilih barang yang paling memuaskan bagi dirinya. Oleh karena itu, Waldfogel menyarankan uang tunai sebagai kado yang lebih efisien (seperti yang sudah dilakukan orang Tionghoa dalam tradisi memberikan ang pao), atau setidaknya gift cards karena masih memberikan kebebasan memilih.

Namun teori ini tidak mencakup kasus oleh-oleh. Tidak seperti kado biasa, oleh-oleh harus khas dan eksklusif dari tempat si pemberi pergi (seperti dari luar negeri). Oleh karena itu, dengan asumsi bahwa penerima tidak pergi ke negara tersebut sebelumnya atau dalam waktu dekat, nilai dari oleh-oleh yang didapat penerima seharusnya lebih besar dari harga yang dibayar pemberi.

Hal ini karena penerima tidak memiliki kesempatan yang sama untuk juga membeli barang dari negara tersebut, sekali pun ia memiliki uang sejumlah harganya. Setidaknya ia akan harus mengeluarkan tarif transportasi atau impor yang membuat ia seharusnya menghargai barang itu lebih. Dengan kata lain, terdapat nilai tambah pada oleh-oleh dari kekhasannya dan jauhnya tempat untuk membelinya.

Dengan anggapan bahwa kemahiran pemberi dalam memilih dan harga barangnya sama (ceteris paribus), oleh-oleh seharusnya lebih dihargai dari kado Natal atau ulang tahun biasa. Kalau kado barang lokal seharga 100 rata-rata hanya akan dihargai sebesar 80, oleh-oleh dengan harga yang sama seharusnya dihargai setinggi 90 atau lebih, misalnya.

Bahkan, nilai yang diterima dapat melebihi harga yang dibayar pemberi (overvaluing) karena nilai tambah ini. Sekali pun tetap inefisien karena ketidaksempurnaan kemampuan pemberi dalam memilih, setidaknya masih lebih efisien. Oleh karena itu, kita bisa menganggap oleh-oleh sebagai jenis hadiah khusus yang lebih efisien dalam konteks teori ekonomi gift-giving.

Namun karakteristik oleh-oleh juga dapat membuatnya lebih inefisien dari kado biasa. Karena harus khas, pemilihan barang untuk oleh-oleh menjadi lebih terbatas. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa oleh-oleh yang dibeli menjadi sekadarnya saja atau sesuatu yang dinilai sangat rendah oleh penerima. Gantungan kunci yang generik merupakan contoh buah tangan yang harganya tidak murah tetapi seringkali kurang disambut secara antusias oleh penerimanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun