Mohon tunggu...
SATRIA KUSUMA DIYUDA
SATRIA KUSUMA DIYUDA Mohon Tunggu... Wiraswasta - ya begitu deh...

Menulis di waktu senggang saja...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mungkinkah Isu Radikalisme Hilang dari Percaturan Politik Rakyat Jelita di Masa Depan?

8 November 2019   13:42 Diperbarui: 8 November 2019   13:56 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Selain untuk mengontrol gerakan ini, pihak keamanan juga dapat menggunakan kelompok ini untuk membuat isu keamanan, entah bertujuan untuk memperkuat atau menjatuhkan faksi di dalam kekuasaan Orde Baru. 

Hal yang sangat kontroversi adalah saat peristiwa pembajakan pesawat Garuda Woyla, yang kemudian melejitkan nama LB Moerdani di jajaran para Jenderal Orde Baru. Atasan Benny Moerdani kala itu adalah Ali Moertopo yang disebut-sebut dekan dengan kelompok NII.

Sedangkan LB Moerdani merupakan anak didik dari Ali Moertopo. Dari sini kita dapat setidaknya menduga, faksi Ali Moertopo dan LB Moerdani kala itu setidaknya berhasil menguasai Supply dan Demand.

Ali Moertopo berhasil menciptakan Supply dengan menggerakkan kelompok radikal jihad di Bandung untuk melakukan aksi pembajakan pesawat Garuda, sedangkan LB Moerdani yang memiliki pengaruh di Kopasanda menyediakan permintaan dengan menggerakkan Kopassanda untuk menghancurakn gerakan pembajakan tersebut.

Bagaimana gerakan radikal di masa Orde Reformasi?

Ketika tahun 1996-1999, ketika itu masa-masa transisi politik, kebetulan saya bersekolah di kawasan Tanah Abang. Beberapa teman yang tinggal di kawasan Petamburan, sering melihat beberapa Jenderal bertemu dengan pemuka ulama di kawasan Petamburan. Dulu nama FPI tidaklah sebesar saat ini.

Selain itu, di kawasan Tanah Abang juga terdapat kelompok-kelompok preman dari kawasan Indonesia Timur yang tentunya dibekingi oleh beberapa Jenderal. Namun kelompok ini tidak memiliki identitas sebagai kelompok kanan maupun kiri.

Yang menarik pada masa ini juga mulai timbul dan membesar gerakan-gerakan kiri yang banyak didominasi oleh kelompok-kelompok pelajar mahasiswa, misalnya SMID. Walaupun gerakan ini telah lama ada sejak peristiwa Malari, namun kalangan awam mulai mengenalnya ketika terjadi peristiwa 27 Juli 1996.

Pada masa transisi di tahun 1998 ini, setelah Presiden Suharto tidak lagi mampu mengontrol faksi-faksinya, sehingga mungkin belum ada satu faksi pun di kelompok elit yang mampu untuk menguasai sisi permintaan untuk menstabilkan keadaan.

Sehingga yang terjadi adalah situasi anarkis dikarenakan banyak bermunculannya kelompok-kelompok ekstrim dan saling berhadap-hadapan.

Sedangkan elit yang menciptakan supply ini masih berebut untuk menguasai kekuasaan atas yang telah ditinggalkan oleh Presiden Suharto. Pada tahun 2000 sampai dengan 2003, konflik yang terjadi mulai bergeser ke daerah-daerah, seperti Aceh, Ambon, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun