Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

6 Hal Penting dalam Pola Asuh Anak

2 Mei 2021   07:00 Diperbarui: 2 Mei 2021   07:13 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami juga beruntung di jenjang SD anak-anak belajar di sekolah yang berbasiskan Islam sesuai dengan agama yang kami peluk, sehingga hal-hal yang berhubungan dengan tata cara ibadah menjadi bagian dari kurikulum. Hapalan bacaan sholat dan surat-surat pendek dalam Al Qur'an menjadi target yang diberikan sekolah. Begitu pula tata cara dan praktek wudlu serta sholat. 

Sekolah juga membiasakan murid-murid melaksanakan sholat dluha dan sholat berjamaah di Masjid. Kami sangat terbantu oleh sekolah. Tentu ini tidak membuat tugas kami dalam mendidik anak menjadi berkurang. Akan tetapi kami tidak perlu lagi memberikan target kepada anak dimana anak sudah mendapatkannya dari guru-gurunya di sekolah. Kami hanya memonitor perkembangan anak dalam mencapai target-target itu.

Kepada anak-anak, kami hanya memberi pemahaman bahwa untuk naik kelas atau lulus sekolah bukan sesuatu yang sulit. Hanya kejadian yang luar biasa yang bisa menyebabkan tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah. Ini berbeda dengan zaman kami sekolah, naik kelas adalah sesuatu yang mahal. Saat saya SD, setengah dari teman sekelas di kelas 1 terpaksa tinggal kelas. Dan saya bertemu teman baru di kelas 2 yang hampir setengahnya mereka yang tidak naik ke kelas 3. Dengan susah payah saya lulus dari SD dengan nilai rata-rata ijazah di bawah 7 ketika belum ada Ebtanas atau UN untuk menentukan kelulusan. Padahal saya termasuk peringkat atas di kelas.

Dengan cara seperti ini anak-anak tampak bisa menikmati masa-masa sekolah mereka, baik saat di jenjang pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi. Anak pertama kami misalnya menikmati masa sekolahnya di SMA dengan mengembangkan kepedulian sosial. 

Salah satu contohnya, ia dan beberapa kawan sekelasnya pernah selama beberapa pekan ngamen setiap malam minggu di kawasan Dago Bandung untuk mengumpulkan dana bagi teman sekelasnya yang terancam tidak bisa ikut karyawisata karena kesulitan keuangan. Kawasan Dago menjadi pilihan mereka, karena menjadi pusat berkumpulnya wisatawan dari Jakarta di akhir pekan, sehingga dengan cepat bisa mengumpulkan dana yang cukup untuk temannya.

Sedangkan anak kedua menikmati masa sekolahnya dengan menjadi kutu buku. Dari situ dia bisa memperkuat kemampuannya dalam menyusun "peta berpikir", cara belajar yang didapatkanya dari guru SD-nya. Saat kuliah anak pertama dan kedua sangat aktif dalam ekstra kurikuler di kampusnya tanpa rasa takut akan terganggunya perkuliahan. Sedangkan anak ketiga asyik mengembangkan minatnya kepada seni budaya Asia Selatan khususnya Jepang dan Korea.

3. Hindari sikap pembelaan dan over protective

Saat saya SMP, salah satu lapangan tempat pelajaran praktek olahraga tepat berada di seberang jalan depan rumah kami. Suatu hari guru olahraga kami menjejerkan 9 orang murid termasuk saya karena berbuat sesuatu yang dianggap sebuah kesalahan berat. Ditempeleng satu per satu menjadi hukuman yang diberikan guru olahraga kepada kami. Naas, pada saat kami ditempeleng satu per satu, di seberang jalan ayah saya menyaksikan itu.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi di zaman sekarang, ketika seorang ayah menyaksikan anaknya ditempeleng orang di depan matanya sendiri. Mungkin si ayah akan merekam kejadian itu dan memviralkannya di medsos. Bisa juga si Ayah saat itu juga melabrak Pak Guru dengan caci maki bahkan tindak kekerasan. Atau bisa juga si Ayah melaporkan Pak Guru kepada Kepala Sekolah atau bahkan ke penegak hukum.

Tapi apa yang terjadi waktu itu ? Saat saya tiba di rumah sepulang sekolah, tanpa ba bi bu, sebuah tempelengan dari ayah melayang ke pipi kiri, melengkapi pipi kanan yang tadi ditempeleng Pak Guru Olahraga. Tak ada pengaduan apapun terhadap Pak Guru dari para orangtua dari 9 murid itu.

Jeweran ke kuping murid perempuan dan cubitan keras di perut murid laki-laki adalah hal yang biasa waktu itu. Semuanya tidak pernah menjadi persoalan antara murid dengan guru juga orangtua dengan guru. Bahkan orangtua akan menggandakan hukuman jika anaknya ketahuan mendapat hukuman dari gurunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun