Mohon tunggu...
Uwes Fatoni
Uwes Fatoni Mohon Tunggu... Relawan - Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia

Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia. Pernah mengunjungi Amerika Serikat sebagai visiting Researcher di (UCSB (University of California at Santa Barbara) Amerika Serikat. Pengalaman menunaikan ibadah Haji Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hawaii: Negeri Pelangi yang Cinta Indonesia

4 April 2014   00:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 7192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_329917" align="aligncenter" width="384" caption="Buku Prosiding Konferensi SPAS UHM (Sumber foto : Koleksi Pribadi)"]

13965217731719650218
13965217731719650218
[/caption]

Awalnya saya menyangka UHM itu sama seperti universitas Amerika lainnya yang banyak mengkaji Asia  Timur (Korea, Jepang atau China). Seperti yang saya lihat di University of Santa Barbara, tempat saya menjadi peneliti tamu, kajian Asia Timur sangat ramai, itu terjadi karena mahasiswa dari negara-negara tersebut datang berduyun-duyun ke kampus Amerika. Selama ini yang saya ketahui tentang UHM hanya tempat kuliah salah seorang mahasiswa Indonesia  yang sekarang telah menjadi Professor produktif di University of California Riverside (UCR), yaitu Professor Muhamad Ali. Namun, ketika tadi sore saya mengikuti pembukaan kegiatan Conference SPAS, saya mendapatkan pencerahan, ternyata UHM adalah salah satu pusat kajian Indonesia di Amerika selain Cornell University dan Ohio University.

Saya terkejut ketika ngobrol dengan Dekan SPAS, Dr. R. Anderson Sutton  ternyata ia mahir berbicara dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan pembicara utamanya (key note speaker) Dr. Nancy Lee Peluso, Professor dari University of California, Berkeley, dalam acara reception setelah ia menyampaikan presentasinya. ia juga mengajak saya berbicara dalam Bahasa Indonesia. Saya semakin tertegun ketika juga menemukan banyak mahasiswa postgraduate yang bahasa Indonesianya cukup fasih. Ternyata kajian Indonesia di UHM sudah lama dilakukan. Banyak riset lapangan dilakukan oleh profesor dan mahasiswa UHM di Indonesia, sehingga para penelitinya mahir berbahasa Indonesia.

Dalam pembukaan SPAS Graduate Conference ini  Professor Nancy Lee Peluso menyampaikan presentasi tentang hasil risetnya mengenai Indonesia. Topik pembicaraannya membuat saya terkagum-kagum. Ia meneliti tentang  penghancuran hutan di Singkawang Kalimantan untuk dijadikan perkebunan sawit dan tambang emas. Ia bercerita dengan sangat detail tentang bagaimana hutan Kalimantan yang dulu begitu lebat saat ini telah menjadi padang pasir. Selain itu ia juga memperlihatkan gambar tentang usaha tambang emas warga Kalimantan yang demi se-gram emas rela membahayakan dirinya dengan bergumul dengan mercury. Di satu sisi saya bangga ternyata banyak profesor Amerika yang tertarik meneliti tentang Indonesia, tapi di sisi lain saya malu karena kondisi Indonesia ternyata demikian negatifnya dalam penelitian para profesor Amerika tersebut.

Ketika acara konferensi sedang berlangsung saya melihat seorang bapak berwajah Asia yang memakai baju khas Indonesia, batik. Setelah selesai acara saya mendekatinya dan mengungkapkan rasa penasaran "Execuse me, Are you from Indonesia?" Ia menjawab  "No, saya asli dari Amerika". Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ia telah beberapa kali berkunjung ke Indonesia untuk riset dan sering membeli baju batik seperti yang ia kenakan saat itu. Ia kemudian berinisiatif mengajak berbicara dalam bahasa Indonesia dengan logat  Indonesia yang fasih. Ternyata setelah lama berdialog saya mengetahuui bahwa bapak tersebut adalah Professor Leonard Y. Andaya, seorang Antropolog terkenal UHM. Dulu ia adalah supervisor profesor Muhamad Ali ketika sedang kuliah S3 di UHM. Prof. Leonard  bercerita bahwa ia pernah berkeliling hampir seluruh provinsi di Indonesia dan tempat favoritnya adalah Jawa Tengah, tepatnya Yogyakarta yang kaya dengan budaya Indonesia.

Dulu katanya banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di UHM, karena kampus ini cukup lengkap dalam kajian Indonesia. UHM memiliki perpustakaan Hamilton Library dengan koleksi khusus Asia terutama  buku-buku kajian Indonesia. UHM memang salah satu pusat kajian Indonesia di Universitas Amerika selain Cornell University dan Ohio University. Jadi tidak aneh bila banyak pakar Indonesia di sini.

[caption id="attachment_329920" align="aligncenter" width="512" caption="Foto Bersama Profesor Leonard Y. Andaya dan Prof. R. Anderson Sutton, Dekan SPAS UHM (Foto Koleksi Pribadi"]

1396522070379118171
1396522070379118171
[/caption]

Di acara itu juga saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah postgraduate. Ada 2 orang mahasiswa Indonesia dari Aceh, Asrizal Luthfi dan Hendri Yuzal. Mereka mendapatkan beasiswa dari pemerintah Aceh yang menganggarkan biaya pendidikan kulah pascasarjana bagi warga Aceh. Mereka beruntung mendapat beasiswa dari pemerincah Aceh karena ada anggaran otonomi khusus. Pemerintah Aceh kemudian bekerjasama dengan East West Center (EWC) untuk meningkatkan kualitas SDM Aceh dengan cara menyekolahkan beberapa pemuda Aceh di UHM. Dengan kerjasama ini biaya kuliah dua orang Aceh ini menjadi lebih ringan. Mereka hanya membayar setengah biaya pendidikan. Ini tentu sangat menguntunkan karena bila statusnya sebagai mahasiswa Internasional biasa mereka akan dikenakan biaya yang sangat mahal.

[caption id="attachment_329923" align="aligncenter" width="512" caption="Kumpul-kumpul bersama mahasiswa Indonesia di Hawaii yang tinggal di Asrama Hale Manoa (Foto Koleksi Pribadi)"]

1396522189895009447
1396522189895009447
[/caption]

Sayangnya, saat ini mahasiswa Indonesia di Honolulu jumlahnya sudah semakin berkurang. Dulu masih ada 50 orang mahasiswa, ketika mereka berkumpul terasa sekali ramainya. Sekarang karena banyak yang sudah lulus, sedangkan mahasiswa Indonesia tidak ada lagi yang mendaftar akhirnya jumlah mereka tinggal belasan. Ketika saya ngobrol dengan  Dekan SPAS, Prof Anderson Sutton bahwa di Indonesia sekarang sedang ada program pemerintah dari Kemendikbud dan Kemenag dalam menciptakan 1000 doktor setiap tahun, Saya meminta beliau untuk proaktif menjaring mahasiswa Indonesia agar datang ke UHM. Namun, beliau terlihat agak pesimis untuk bisa mendatangkan banyak mahasiswa Indonesia ke UHM dengan beasiswa pemerintah itu. Menurut profesor yang juga jago bahasa Indonesia ini, UHM kurang diperhitungkan di mata Kemendikbud, Sampai sekarang UHM bukan salah satu tujuan utama mahasiswa Indonesia yang ingin kuliah di Amerika.

Memang sangat disayangkan. Seharusnya Kemendikbud menjadikan UHM sebagai salah satu universitas Amerika yang masuk dalam program  penciptaan 1000 doktor tersebut. Paling tidak ada dua sebab. Pertama,  UHM memiliki perpustakaan yang sangat lengkap tentang kajian Indonesia. Sebagaimana disinggung di atas kolekasi kajian Indonesia sudah sangat lama dikoleksi di kampus ini sehingga jumlahnya sangat banyak. Dengan jumlah sumber referensi yang demikian banyak, maka akan sangat memudahkan bila ada mahasiswa Indonesia yang mau melakukan penelitian tentang Indonesia. Saat ini justru yang terjadi mahasiswa yang meneliti tentang Indonesia adalah mahasiswa bule.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun