Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hama Demokrasi Itu Kian Menjangkiti

5 Maret 2012   08:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:29 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebebasan di panggung politik, lewat pendirian parpol, tak dibarengi pengetatan di sektor dana politik. Justru yang terjadi kelonggaran. Dan hama pun masuk lewat pundi politik, merusak secara pasti pilar demokrasi bernama partai.

" Satu kasus besar saat ini salah satunya adalah kasus Nazaruddin. Kita harus kawal itu, agar hama demokrasi tak menggerogoti sampai keakar partai," kata Febridiansyah.

Kasus Nazar, kata dia, harus diurai secermat mungkin. Apa kasus itu semata hanya melibatkan personal di tubub partai, dalam hal ini Demokrat. Atau jangan-jangan juga melibatkan partai secara institusi.

Namun yang pasti, tegasnya, hama itu jangan terus menjangkiti. Harus ada ikhtiar perlawanan tak kenal surut langkah. Siapa pun, baik itu KPK, akademisi, kalangan LSM dan semua pihak harus ikut dalam barisan memerangi hama tersebut. Partai sebagai pilar demokrasi juga harus berbenah dan intropeksi. Karena hama jelas kini telah menyerang tubuh partai.

" Kalau partai, tak independen dalam pendanaannya, itu awal dari kerapuhan demokrasi," katanya.

Yang pasti Kini, kabar politik yang jorok makin merebak. Faktanya, KPK sudah menjerat setidaknya 45 anggota dewan dan itu bukti, betapa 'lantai demokrasi' masih diseraki sampah. Bahkan sebagian sampah-sampah itu datang dari Badan Anggaran, dengan modus terbanyak adalah suap. Wajar jika publik menuding di lembaga terhormat itu, jual beli kewenangan menjadi hal biasa.


" Ini menunjukan kewenangan DPR bisa dibeli," katanya.

Mereka yang menggadaikan kewenangan hanya untuk beberapa gepok rupiah, kata Febri tak berpikir, efek dominonya bagi rakyat. Karena korupsi sanggup memiskinkan rakyat dan membangkrutkan negara. Yunani contohnya, negara yang merasakan pil pahit korupsi.

" Kasus cek pelawat sebesar 24 milyar yang dibagikan untuk memilih satu orang di posisi sentral di Bank Indonesia, tak seberapa bila dibandingkan dengan efeknya," kata dia.

Bisa saja, karena itu lantas ada kebijakan BI yang kembali di jual belikan sebagai balasan budi saat pemilihan. Tentu kebijakan itu hanya mafia yang diuntungkan, bukan rakyat, cetus Febriadiansyah.

" Itu adalah pengkhianatan anggota DPR," tukasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun