Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kritiklah, Supaya Tulisan Saya Tidak Sebatas Itu Saja!

1 September 2020   04:45 Diperbarui: 1 September 2020   05:58 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Setelah saya membaca sebuah tulisan dari seorang Kompasioner, ada yang mengeluhkan rasa tulisannya yang dianggap 'itu ke itu saja', saya menjadi tertarik untuk sedikit membawanya pada tulisan ini. 

Sebenarnya, saya tidak tahu persis bagaimana bentuk keseluruhan dari tulisan Kompasioner itu. Tapi, menurut anggapan saya, setelah saya membaca beberapa tulisannya, saya menganggapnya sudah sangat berkarakter dan penuh inspirasi.

Belum lagi jika melihat capaian tulisannya, bertambah kagum saya dengan produktivitas dan konsistensinya. Mungkin saja, cita rasa tulisan yang dianggap itu ke itu juga akan dialami oleh semua penulis pada saatnya nanti, tak terkecuali pada diri saya. 

Entah, 'itu-itu saja' yang dimaksud Kompasioner itu adalah karena hanya bidang tertentu saja yang ditulis, atau ia merasa hanya menulis salah satu perihal yang menjadi passion-nya. Yang jelas, terlepas dari itu semua, ia tetap produktif dalam menulis.

Saya tidak paham betul apakah curhatan tulisan itu dimaksudkan oleh penulisnya untuk menceritakan pengalaman pribadinya sebagai seorang penulis, atau ia tengah mengudar masalahnya sendiri di bidang penulisan melalui sebuah tulisan. Tapi, yang pasti, curhatan itu tetap berbuah menjadi sebuah karya tulis. Betapa hebatnya! 


Dan selain di-latarbelakang-i oleh tulisan curhatan Kompasioner itu, sebenarnya saya membuat tulisan ini sebab 'tersentil' oleh tulisan Om Felix, yang senang menulis dengan gaya yang agak mbeling---untuk tidak disebut radikal. 

Sebut saja, untuk salah satu karya Om Felix yang akhir-akhir terasa 'nendang' adalah "Admin Kompasiana Tidak Menarik", untuk menggerakkan para pembacanya menekan tombol jablay tidak menarik. 

Dan, jika Om Felix saja berani mengorbankan dirinya sendiri untuk dihujani 'peluru' tidak menarik demi mendayakan kembali fungsi tombol itu, maka saya pun tidak segan untuk mengorbankan diri saya untuk 'ditembaki' demi memperbaiki karya saya sendiri. 

Bedanya, kalau Om Felix berani dinilai 'tidak menarik' untuk tujuan yang kolektif, yakni untuk mendayakan kembali fungsi tombol itu. Sementara saya, tujuannya sangat individual, yakni untuk memperbaiki karya sendiri. Dan itulah sebagian pertanda keunggulan karya beliau atas karya-karya saya. 

***

Dalam sebuah karya sastra, kita barangkali pernah mendengar istilah tentang kritik sastra. Dimana di dalamnya terdapat penilaian dari satu pihak [umumnya oleh mereka yang memiliki kompetensi di bidang sastra] atas suatu karya sastra, baik itu yang berbentuk puisi, cerpen, novel, dan bentuk karya lainnya.

Rerata hal yang diharapkan oleh seorang penyaji tulisan atas kritikan itu adalah supaya ia mendapatkan komentar, kritik, dan saran demi memperbaiki karya mereka berikutnya. 

Dengan demikian, mereka tidak lagi terlalu berharap datangnya puji-pujian yang mengalir deras atas karya mereka, yang kemudian justru menenggelamkannya dengan menjadikannya stagnan, mengalami kemandekan, sebab hanya puas dengan pencapaian sesaat yang itu-itu saja. 

Mereka menganggap bahwa siapa saja yang mengkritik karya tulisan sejatinya ingin menunjukkan kekurangannya dan mengarahkannya menuju langkah perbaikan. Meskipun cara yang mereka tempuh mungkin saja akan sangat beragam. 

Ada pengkritisi yang gaya penyampaiannya sangat lugas dan blak-blakan sehingga kemungkinan akan berpotensi menyakitkan hati mereka yang menerima, jika tak mampu memahami maksudnya. Selain itu, ada juga yang gaya mengkritiknya sangat halus sehingga pihak yang dikritik pun sampai tidak mampu memahaminya karena begitu halusnya, dan sebagainya. 

Namun, terlepas dari bagaimanapun metode yang mereka gunakan, tujuan mereka pada umumnya sama, yakni ingin menunjukkan kekurangan pada sebuah karya pihak lain agar ia dapat memperbaikinya di masa mendatang. 

Dan sepatutnya, bagaimanapun bentuk kritikan itu tidaklah sampai menjadikan pihak yang menerimanya berkecil hati kemudian berputus asa dalam berkarya. Sebab, ia seharusnya menyadari bahwa berbagai bentuk kritikan yang disampaikan itu sebenarnya tidak lebih dari sebuah saran perbaikan. 

Jadi, jika pihak yang dikritik merasa mampu untuk menerapkan, ya, silakan diterapkan. Dan jika merasa belum mampu untuk mengaplikasikannya, ya, silakan tetap berkarya dengan model yang sesuai dengan kemampuannya.

Sebab, kita pun sama-sama tahu bahwa perubahan atas sebuah keadaan itu tentu membutuhkan waktu tersendiri. Bisa saja itu dalam masa harian, bulanan, tahunan, bahkan ada juga yang hingga seumur hidup pun seseorang belum juga bisa melakukannya. 

Dengan adanya keragaman keadaan dan barangkali juga dasar kemampuan itu maka tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh seorang pembuat karya tulisan yang progresif kecuali dengan terus belajar dan terus memperbaikinya. Atau mereka biasa menyebutnya dengan istilah: long life learner, sang pembelajar seumur hidup. 

Mereka belajar untuk masa yang selama-lamanya sebab menyadari bahwa ilmu yang mereka cari tak akan pernah habis untuk dipelajari dan dipahami, bahkan dengan adanya tambahan umur yang bertriliun-triliun tahun lagi. 

Pada akhirnya, karena tulisan saya ini juga sangat jauh dari kata sempurna, maka saya pun membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengkritiknya pada kolom komentar di bawah. Siapa pun boleh mengkritik karya saya yang ini maupun untuk tulisan-tulisan yang sebelumnya. 

Dan bilamana Anda merasa ragu atau tidak tega untuk menuliskannya, Anda pun boleh mengirimkan pesan secara langsung atau pribadi kepada saya. 

Saya pun tak lupa untuk berterima kasih kepada Kompasianer atau siapa saja yang telah mengapresiasi tulisan saya, baik itu dengan membacanya atau dengan mengkritiknya. 

Monggo, bagi yang ingin memberikan kritikan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun