Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Nelayan dan Lautan

14 Desember 2020   18:50 Diperbarui: 14 Desember 2020   18:58 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terombang-ambing di permainkan gelombang, berharap nasip baik masih di ulurkan alam. Meneropong masgul kelaut dalam, mutiara, teripang, kakap dan kerapu telah hilang. Musnah di angkut orang ke seberang.

Demi sepicuk nasip hari ini, lautan hampa kembali di renangi. Lemparan jala berharap untuk bekal esok hari, anak istri menanti terucapkan doa untuk hasil lebih.

Di rembang petang, ombak datang mengusir nelayan pulang. Wajah daratan bak neraka membosankan, terbayang wajah-wajah memelas menahan rintihan.

Nelayan menangis. Laut menangis. Burung camar meraung lalu terbang tinggi, menyaksikan penderitaan ini sudah ribuan kali.

"Nenek moyangku mewariskan lautan. Nenek moyangku menghadiahkan kekayaan di laut dalam. Mengapa aku tak mampu mengais rezeki, mengumpulkan harta sendiri di syurga bahari".

Siapa yang salah di atas derita?  Siapa tak amanah mengelolah harta berlimpah. Jaring dan pancing bagai hiasan nostalgia.

" Nenek moyangku pelaut. Gelombang dan angin pasang adalah jembatan, mengail rezeki di alam kemurahan Tuhan".

*****

Baganbatu, desember 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun