Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ahmad Tohari yang "Tak Sengaja" Jadi Sastrawan

21 Juni 2020   05:59 Diperbarui: 24 Juni 2020   13:56 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beliau lahir dengan semangat yang gigih dan pantang menyerah. Meskipun pada awalnya gak bisa menghasilkan uang. Hingga beli kertas dan perangko saja gak mampu.

Meskipun awalnya ditolak berkali-kali. Meskipun geram karena dihujat dengan kritik di sana-sini. Itu adalah awal dari seleksi alam. Siapa yang mampu konsisten dan bertahan melewati ujian hidup itu? Maka mungkin dia berkesempatan untuk jadi orang sukses.

Milikilah mental nekat Kolonel Harland Sanders, sang pendiri KFC (Kentucky Fried Chicken), Vincent Van Gogh yang gak berhenti melukis, atau Thomas Alva Edison yg katanya harus gagal dalam ratusan kali eksperimen, sebelum akhirnya menemukan lampu pijar.

Hikmah lain yg bisa dijadikan pelajaran...

Hampir gak ada penulis manapun yg lahir tanpa minat membaca. Kehausan akan bacaan itulah melahirkan gagasan akan sebuah tulisan. Jika ide itu tak dituangkan, kadang akan "menjadi-jadi" mengganggu pikiran. Seperti saat seseorang menahan bersin. Atau sejenisnya.

Meskipun pada awalnya dia "menolak" nasib dengan enggan masuk ke dunia "gemerlap" tulis menulis, tapi lama kelamaan dia gak bisa menahan keinginan, walaupun sekedar menulis untuk diri sendiri.

Maka seperti itulah jawaban pak Ahmad Tohari ketika ditanya, mengapa menulis novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk? "Saya melahirkan karya sastra, karena jiwa saya hamil sastra..."

Bagaimana tidak? "Benih" atas novel tersebut sudah lama sekali mengganggu pikiran beliau. Hingga lima belas tahun. Sudah ada keinginan untuk menulis kisah semacam itu bahkan sejak zaman beliau masih sekolah SMA.

Dan proses menulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk benar-benar adalah totalitas beliau. Hingga saat trilogi itu selesai, mungkin rasanya seperti habis lari maraton dan sampai di garis finish. Hingga, beliau bisa menyelesaikan karya baru lagi dalam waktu sekitar lima tahun berikutnya.

"Penggarapan Ronggeng Dukuh Paruk boleh jadi terlalu banyak menguras kekuatan lahir dan batin saya sehingga sesudahnya saya mengalami semacam kelelahan kreatif."

Alasan lain, seperti tanggung jawab moral atas peristiwa 1965, atau jawaban lain sepaham saya merupakan alasan yang bersifat "kondisional" dan teoritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun