Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajarlah dari Semangat Hidup Stephen Hawking

7 Juni 2020   06:19 Diperbarui: 7 Juni 2020   06:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/lizashumskaya

Kadang yang membuat orang sakit tak mampu bertahan adalah semangat hidup yang jatuh. Karena "ditakuti" oleh dokter, atau karena seolah tak memiliki bayangan tentang masa depan. Saat sudah menyerah dengan keadaan, kondisi seseorang mungkin lama kelamaan akan kian terpuruk.

Makanya, motivasi itu penting. Tujuan dan penyemangat itu penting. Saat seseorang sedang sakit dan seolah tak memiliki harapan besar, lihatlah kisah Stephen Hawking.

Dia duduk di kursi roda, berbicara dengan bantuan suara komputer, dia memberikan semangat. Dia berpesan agar keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk berprestasi. "Apa yang bisa lebih istimewa daripada tiadanya batas?"

"Seharusnya memang tidak ada batasan dalam hubungan manusia. Kami semua berbeda. , , . Selama masih ada kehidupan, maka akan selalu ada harapan".

Maka Stephen Hawking menyadarkan siapapun, bahwa - , .

Selama kita masih memiliki kehidupan, kita masih memiliki harapan. Masih ada kesempatan.

Sebenarnya, manusia adalah keterbatasan itu. Tapi seperti yang pernah saya katakan, manusia kadang lebih "hidup" saat dia sudah mati. Dan eksistensinya ada dimana-mana justru setelah dia tak lagi berpijak di dunia.

Syaratnya satu, tinggalkan sesuatu. Entah itu ide atau tulisan. Yang bisa terus dibaca dan dikembangkan. Setelah ragamu gak ada lagi. Ide, karya, dan tulisan itulah yang akan "meneruskan" kehidupanmu. - -, .

***

[ ?]

Mendengar gosip tentang Stephen Hawking, ada yang bilang begini atau begitu, entahlah... Saya belum pernah baca The Theory Of Everything. Belum pernah baca The Grand Design. Atau buku-buku yang lain yang saya gak tahu namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun