"Santri TPQ Rahmatullah Sukun, Bandulan, Malang, antusias menyimak sosialisasi dari mahasiswa KKM UIN Malang tentang moderasi beragama dan pentingnya gizi seimbang. Kegiatan yang digelar pada 22 April 2025 ini tidak hanya mengajarkan toleransi, tetapi juga praktik hidup sehat melalui pembagian susu kedelai dan pisang, serta kampanye pencegahan stunting berbasis ayat Al-Qur’an. Seperti apa keseruannya?"
1. Moderasi Beragama untuk Generasi Muda
Mahasiswa Kelompok AM (Asistensi Mengajar) MTs KH. Hasyim Asy’ari menyasar anak usia 5-10 tahun dengan materi sederhana.
Mahasiswa KKM mengajarkan toleransi melalui permainan peran yang menyenangkan, di mana anak-anak diajak mempraktikkan langsung sikap berbagi dan menghargai teman yang berbeda agama maupun suku. Misalnya, dengan simulasi situasi saat ada teman yang berbagi bekal makanan meski berbeda keyakinan, atau bergantian menggunakan mainan tanpa memandang latar belakang.
Selain itu, nilai-nilai Islami ditanamkan dengan menekankan bahwa menjadi muslim yang baik tidak hanya tentang rajin ibadah, tetapi juga tentang bersikap ramah dan adil kepada semua orang, termasuk yang berbeda keyakinan. Mahasiswa memberikan contoh konkret dari kisah Nabi Muhammad SAW yang selalu berbuat baik kepada non-Muslim, seperti menjenguk tetangga yang sakit atau menghormati perjanjian dengan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara ketakwaan kepada Allah dan keharmonisan sosial.
"Kami menggunakan contoh konkret dari kehidupan sehari-hari anak-anak, seperti saat mereka bermain dengan teman sekolah atau tetangga yang berbeda agama maupun suku. Misalnya, bagaimana tetap berbagi mainan atau makanan meski beda keyakinan," jelas salah satu peserta KKM, yaitu Naufal Fikri. "Kami juga memperkenalkan diri sebagai kakak-kakak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, seperti Jambi, Riau, Bontang (Kalimantan Timur), Pasuruan, Gresik, Ponorogo, Mojokerto, dan Malang. Meski berbeda asal, kami bisa bekerja sama dan saling menghargai. Ini membuktikan bahwa perbedaan bukan penghalang untuk bersatu!"
2. Gizi Sehat Ala Al-Qur’an: Edukasi Interaktif dengan Pendekatan Islami
Pembagian susu kedelai dan pisang tidak sekadar menjadi kegiatan seremonial, melainkan dimanfaatkan sebagai momen interaktif untuk menanamkan kesadaran gizi sejak dini. Mahasiswa KKM mengemas edukasi ini dengan pendekatan yang menyenangkan dan sesuai nilai Islam.
Selaras dengan konsep halalan thayyiban dari Surah Al-Baqarah ayat 168. Mereka menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak: "Allah menyuruh kita makan makanan yang halal (diperbolehkan) dan thayyib (bergizi). Susu kedelai dan pisang ini contohnya! Halal karena cara membuatnya benar, thayyib karena penuh vitamin dan bikin badan kuat!"
Untuk memperkuat pemahaman, mereka membandingkan dengan jajanan kurang sehat seperti snack berpewarna buatan. "Lihat, makanan alami seperti buah dan susu lebih baik karena dua alasan: (1) Bahan dan prosesnya halal sesuai aturan Islam, (2) Kandungan gizinya lengkap untuk bikin kita sehat dan cerdas!"
Pembelajaran diperkaya dengan:
Hadis Nabi: "Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah" (HR. Muslim) yang dikaitkan dengan pentingnya asupan bergizi untuk fisik dan otak.
Fakta Sains: Dijelaskan secara sederhana bahwa pisang mengandung kalium (baik untuk otot), susu kedelai kaya protein (untuk pertumbuhan), dan sayuran penuh vitamin (untuk daya tahan tubuh).
3. Sosialisasi Stunting: Menyatukan Ilmu Kesehatan dan Ajaran Islam
Mahasiswa KKM jugaa melakukan kampanye pencegahan stunting dengan pendekatan yang mengintegrasikan fakta medis dan dalil agama. Poster informatif dipasang di lokasi strategis seperti TPQ, posyandu, dan papan pengumuman desa, berisi:
a. Dasar Medis:
Menjelaskan pentingnya ASI eksklusif yang dapat mengurangi risiko stunting hingga 50%, berdasarkan data dari buku Keajaiban ASI.
Ditekankan bahwa 1.000 hari pertama kehidupan anak adalah periode krusial untuk mencegah gangguan pertumbuhan.
b. Landasan Agama:
Mengutip Surah Al-Baqarah ayat 233 yang memerintahkan pemberian ASI selama dua tahun, selaras dengan periode golden age dalam ilmu kesehatan.
Hadis Nabi dan penjelasan ulama seperti Quraish Shihab digunakan untuk menegaskan bahwa pemenuhan gizi anak adalah tanggung jawab bersama orang tua, bukan hanya ibu.
c. Peran Keluarga:
Sosialisasi juga menyasar ayah dan lingkungan sekitar, mengingatkan bahwa dukungan finansial dan moral dari suami sangat berpengaruh pada keberhasilan pemberian ASI dan pola asuh yang baik.
Dengan pendekatan ini, masyarakat diajak memahami stunting bukan hanya sebagai masalah kesehatan, tetapi juga kewajiban agama dalam menjaga generasi penerus yang sehat dan berkualitas.
Wallahu a'alam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI