Mohon tunggu...
Kamaruddin
Kamaruddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengingat bersama dengan cara menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata CRU Sarah Deu Sampoinet dan Kelezatan Durian di Negeri "Mata Biru"

2 Agustus 2021   13:48 Diperbarui: 2 Agustus 2021   14:12 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebun Duren Entah Dimana, Wisata CRU Sampoinet Entah Dimana

Perjalanan dimulai saat hujan sedang sangat nyaman membasahi bumi. Namun, tak mampu menyurutkan langkah kami untuk melanjutkan perjalanan menuju kota 'Mata Biru' Lamno, Aceh Jaya, Sabtu, 31 Juli 2021. 

'Mata Biru' sangat identik dengan warga Lamno di Aceh, konon katanya mereka merupakan keturunan Portugis. Tapi, untuk kelengkapan informasi lainnya kalian bisa cek google.

Terdengar bunyi nyaring gesekan wiper mobil dibagian depan dan belakang untuk memastikan pandangan ke depan dan belakang supir tetap terkontrol, tidak terhalangi hujan. Salip menyalip di perjalanan tak bisa dihindari, untuk itu fokus menjadi hal yang sangat penting.

Pagi itu, dari kawasan Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh, mobil bergerak menembus pagi yang sudah basah kuyub, melintasi jalanan Aceh Besar menuju Aceh Jaya. Kami berencana akan berkunjung di tiga destinasi di Lamno, diantaranya, kebun jeruk dan kebun durian di Desa Ie Jeureungeh, Sampoiniet, Aceh Jaya serta Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet, Sarah Deu.

Ada enam orang di mobil, saya (penulis), Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah, Hafnidar A. Rani bersama anak, Muhammad Hafidz dan menantunya, Shelvina Wahyuni. Kemudian, Kepala Tata Usaha FT Unmuha, Emmy Suryani, Kepala Bagian Umum, Muhsinin dan keponakannya, Razak. Razak yang masih berusia 7 tahun merupakan anak pemilik kebun durian yang hendak kami kunjungi. Sementara itu, ada tiga tim lagi di tiga mobil berbeda, total 21 orang yang berangkat.

Perjalanan ke Lamno dari Banda Aceh memang hanya memakan waktu 2 jam. Namun, panorama yang disuguhkan alam untuk kami membuat perjalanan serasa berjalan begitu lambat. Arah kanan jalan kami melihat laut yang begitu indah, seolah merayu kami untuk berhenti sejenak.

 Sedangkan di arah kiri jalan, pegunungan berjejer rapi dengan seakan sedang mengawal perjalanan kami di pagi menjelang siang itu. Tak sempat saya mengabadikan ke indahan itu karena terlalu khusyuk mengobrol santai dengan Razak, kata Razak, dia sudah setahun belajar di rumah karena kebijakan pemerintah terkait COVID-19.

Sekira pukul 12.00 WIB tibalah kami di SPBU Lamno yang berada di Jalan Banda Aceh - Calang, Gle Putoh, Kabupaten Aceh Jaya. Disana kami beristirahat sebentar sebelum menuju lokasi. Tidak berlama-lama, kemudian di tengah hujan yang semakin deras kami melanjutkan perjalanan. Berjarak 2 km dari SPBU, kami pun kembali berhenti untuk mempersiapkan segala kebutuhan. Seperti membeli makanan, minuman dan lain sebagainya.

Jalan menuju lokasi Eko Wisata CRU Sarah Deu (Kamaruddin)
Jalan menuju lokasi Eko Wisata CRU Sarah Deu (Kamaruddin)

Interupksi dari Muksin memudahkan perjalanan kami, Muksin merupakan asoe lhok alias penduduk asli Desa Ie Jeureungeh, Lamno. Dari Jalan Banda Aceh - Calang, Muksin mengarahkan kami berbelok ke kiri untuk menyusuri jalan pedesaan menuju ke lokasi. 

Dari Jalan utama kami menempuh jarak 14 km/jam untuk sampai di Desa Ie Jeureungeh. Disini kami tidak lagi ditemani laut, melainkan pegunungan yang ditutupi hutan belantara dengan keasrian yang luar biasa. Tidak ada asap knalpot yang mengganggu perjalanan kami. 

Kecuali, asap bekas penebangan pohon liar yang sesekali nampak di mata saya. Terkadang, sangat disayangkan perilaku-perilaku manusia yang serakah, mereka menebang, tanpa menimbang siapa yang bakal mereka cederai. Ya sudah, biar mereka saja yang mempertanggung jawabkan semuanya nanti.

Pedesaan memang tempat paling tepat untuk berisitirahat dari lelahnya menghadapi hiruk pikuk di perkotaan. Sesekali setelah melewati hutan rimba, kami melintasi pedesaan, disana beberapa pemandangan menarik pun memantik mata yang sudah mulai jarang kita lihat di kota. 

Mulai dari penduduk yang ramah-ramah, anak-anak yang belum tersentuh gadget, tidak paham akan dunia pertik-tokan dan ibu-ibu yang pulang dari sawah rapi menggunakan sepeda ontel di pinggir jalan. Berbeda jauh dengan sebagian penduduk kota yang bersepeda di badan jalan. Tak hanya itu, kami juga sangat mematuhi cara khas masuk ke pedesaan yaitu dengan membuka jendela mobil.

Setelah puas atas suguhan alam dari pegunungan dan pedesaan, pukul 13.30 tibalah kami di rumah tujuan, rumah orang tua Muksin. Disini kami berencana hanya beristirahat sejenak untuk makan dan shalat, sebelum berangkat ke kebun durian, kebun jeruk dan CRU Sampoinet. 

Namun, cuaca yang sangat labil hari itu, memaksa kami harus kembali mengikuti interupsi Muksin. Kata dia, cuaca basah dan hujan seperti ini, akan ada banyak sekali pacet atau pacat di sekitaran lokasi kebun durian dan jeruk. 

Pacat adalah binatang pengisap darah, sekerabat dengan cacing tanah, berbadan langsing mengecil ke depan, berwarna cokelat kekuning-kuningan sampai kehitam-hitaman, panjangnya sampai 50 mm, pada kepala terdapat lima pasang mata dan sebuah alat sebagai pengisap, di ujung belakang terdapat alat sebagai pelekat, berjalan seperti ulat jengkol, dapat memipihkan tubuh sampai sekecil benang.

Kami pun mengiyakan, karena akan sangat berbahaya jika kami memaksakan. Kami membawa lima orang anak kecil. Selain itu, Muksin adalah orang yang sangat kami percaya hari itu, terlebih dia penduduk asli di desa itu. Namun, batal berangkat ke kebun durian, bukan berarti kami batal untuk menyantap durian.

 Durian adalah buah yang dicintai sejuta umat, dari mulai baunya yang sangat khas, hingga rasanya yang sangat mantap. Apalagi durian Lamno, terkenal akan rasa dan warna yang cantik.

Muksinin saat membelah durian (Dokumentasi pribadi)
Muksinin saat membelah durian (Dokumentasi pribadi)

Satu persatu durian di belah Muksin, jobdesk kami siang itu hanya menyantap, tak terhitung berapa yang sudah kami makan, kelezatan durian Lamno tak bisa membuat kami berhenti untuk makan. Rasanya menjadi sempurna, setelah pulut menjadi hidangan paduan. Bahkan kami sampai lupa, padahal baru saja kami kecewa, karena batal ke kebun durian.

"Tidak apa, masih ada satu tujuan, kita akan pergi ke CRU Sampoinet, tempat gajah," ungkap Muksin memberikan harapan untuk kami.

Cuaca mulai membaik, jalan masih tampak basah, awan sudah mulai cerah. Sungai Ligan yang menemani perjalanan kami menuju ke CRU Sampoinet hari itu tampak deras, mungkin efek hujan tadi. Kata Muksin, banjir bandang tahun 2016, membuat Sungai Ligan tidak begitu otentik lagi seperti dulu. Benar saja, pengamatan saya pinggiran Sungai Ligan mulai terkikis.

Sungai Ligan (Dokumen pribadi)
Sungai Ligan (Dokumen pribadi)

 
Hanya berjarak 2 km/jam lagi dengan lokasi CRU Sampoinet, perjalanan kami terhenti akibat luapan air Sungai Ligan ke jalan yang mencapai selutut orang dewasa. Jika kami memaksakan untuk pergi, akan ada resiko yang harus kami tanggung, tidak bisa kembali karena air akan semakin tinggi atau kemungkinan terbaik air surut. 

Kembali atas interupsi Muksin, kami memutar arah laju mobil. Luapan air Sungai Ligan seolah memutuskan asa kami, apalagi lima anak kecil tadi, mereka sangat excited untuk melihat empat gajah di CRU Sampoinet yang sedang menunggu kedatangan mereka. 

Kami pun memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Belum sampai ke Jalan utama atau Jalan Banda Aceh - Calang, kami pun di sadarkan dengan ucapan Dekan FT Unmuha, Hafnidar.

"Kebun Duren Entah Dimana, Wisata Cru Sampoinet Entah Dimana," ucapnya.

Begitulah cerita singkat perjalanan kami. Saya jadi teringat satu quotes. "Manusia hanya bisa merencanakan, tapi Allah SWT yang menentukan segalanya,".

Namun, banyak pengalaman dan kebahagian yang kami dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun