Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... -

indonesia jaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

“Jingga” diantara Istiqlal dan Catredal

1 Januari 2016   19:29 Diperbarui: 1 Januari 2016   19:29 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Tak ada yang berbeda dengan pagi itu. Hanya saja hari jumat (25/12) di pagi itu sedikit lebih basah dari biasanya, kicauan burung yang terdengar dari halamanku lebih merdu bunyinya. Seperti biasa aku meneguk kopi hangat itu, ya... ! sebagai ritual rutinku sebelum imaji dari fikiranku berkelana menapaki jejak-jejak yang tak terekam di bumi.

Sepintas aku mengingat beberapa wajah orang-orang yang ku sayangi. Aku mencoba berdialog dengan mereka, tapi entah mengapa saat itu mereka semua diam – seakan mereka tak sudi dalam sapaanku – namun, saat imaji ku hendak terbang ke waktu yang lain aku melihat sebuah wajah yang pernah menjadi semangat berjuangku. Itulah yang ingin ku ceritakan namanya “Joogres”, seorang wanita cantik keturunan sunda.

“kosentrasiku hampir buyar, namun aku sempatkan untuk merekam dan menangkap wajahnya” imaji pun berhenti disana.

***


Melalui ponsel genggam, aku menyapanya “aku menyapa lewat kata-kata dan dari hatiku”. Obrolan kita mengalir begitu lambat, bagai air yang ingin menerobos di sela bebatuan dari sungai yang terbendung. Namun aku menikmatinya. Untuk melepas rindu, kami membuat janji akan menghadiri sebuah resepsi pernikahan teman sekolah dulu yang jatuh pada hari itu.

“oh, Tuhan inikah jalanmu” tanyaku dengan hati senang. Sampai pada waktu yang kita sepakati aku menjemputnya dan menunggu di teras rumahnya. Aku tertegun dengan tatanan taman disana, saat mawar dipadukan dengan bunga lili, saat itulah ia mengeluarkan harum khas wanginya yang tak pernah aku kenali sebelumnya, ya saat itu aku sangat menikmatinya. Hinga aku dikagetkan oleh sesosok wanita berpakaian pink dengan sepatu merah yang menyapaku begitu lembut “hei, udah siap” “udah lama nunggu” tanya wanita itu.
“aku hanya mengangguk”.....

Hatiku berbicara: “joggres engkau adalah bagian dari keindahan dunia yang di ciptakan Tuhan Maha Indah” aku menatapnya dengan penuh takjub.

Sesampainya aku di resepsi pernikahan teman kami, obrolan kami lebih lancar dan terbuka. Kita berdua berusaha memahami dalam setiap kata-kata yang kita obrolkan. Tempat resepsi pernikahan itu begitu indah penuh dengan hiasan, di depannya terdapat sebuah greja yang sepi. Kemudian jogres berkata “habis gini kita natalan yuk” ungkapnya sambil tertawa. Aku heran ! padahal kita berdua beragama islam, aku tak tahu itu hanya bercanda atau keinginannya. Aku pun dengan sedikit bercanda mengiyakan ajakannya, dengan syarat bukanlah gereja yang di sana, aku maunya di gereja catredal yang tersohor dan terbesar di ibu kota.

“aku sengaja mengajaknya kesana karena ingin menunjukan kepadanya bahwa masyarakat kita mempunyai budaya sikap toleransi beragama yang cukup tinggi”

Kami sampai pukul 18.00, setibanya kami di sana kami disambut dengan boneka-boneka dan dekorasi khas natal. Ya.... dengan penuh keingintahuan dan rasa tak ingin berpisah terlalu cepat kami mengikuti natal tersebut dengan khidmat. Aku dan dia barulah pertama kalinya menginjakan kaki di tempat tersebut. Namun, kami mampu menyesuaikan adat dan budaya disana. Aku mendengar sara adzan dan nyanyian gereja itu beradu “sungguh sangat beruntung aku dapat merasakan dua energi kedamaian dalam satu wakut”.

Saat di penghujung acara natal, ada waktu yang diberikan untuk memanjatkan doa, alangkah lucunya kami, di saat orang-orang memejamkan matanya untuk memanjatkan doa, kami malah saling tatap, tersenyum (namun senyum kami adalah seyum kebingungan, karena tak tahu harus berdoa apa).

Setelah acara selesai aku mangajaknya ke Masjid Istiqlal, untuk menunaikan kewajiban kami sebagai muslim. Kami melewati jejeran pedagang di sana. Satu pedagang yang unitk dan menghampiri kami menawarkan produk kopiahnya “bang di beli bang, kemarin ada yang beli kopiah yang model ini di saya, 3 bulan langsung ngelamar orang bang” ujar pedagang itu. Sontak itu membuat kami tertawa .....hahahaha

Saat itu karena waktu telah masuk waktu shalat kami pun melewatkan pedagang itu. Aku berniat untuk shalat berjamaah bersamanya, namun sayang saat itu dia sedang tidak shalat, dia hanya menungguku di palataran shaf shalat. Sehingga aku pun menginggalkannya dan bergegas untuk hal terpenting dalam hidup yaitu memuji Allah SWT.

Setelah shalat usai aku menghampirinya. Waktu itu posisi kami ada di antara istiqlal dan catredal, kami memandang ada warna jingga di antaranya. Oh... begitu indahnya hari itu, aku berharap warna jingga itu adalah hadiah Tuhan untuk kami. Kami pun mulai bercerita kembali tentang aku dan dia, tentang hari-hari yang kita tidak bertemu, tentang hari itu, tentang hati, tentang semuanya di bawah langit jingga yang ada diantara Catredal dan Istiqlal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun