Mohon tunggu...
kalishameydina pasha
kalishameydina pasha Mohon Tunggu... pelajar

hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

fenomena deepfake era digital

11 September 2025   08:58 Diperbarui: 11 September 2025   08:56 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) di era digital membawa banyak manfaat, mulai dari efisiensi kerja hingga inovasi dalam hiburan. Namun, di balik dampak positif tersebut, muncul tantangan serius berupa deepfake. Deepfake adalah teknologi yang memanfaatkan AI untuk memanipulasi wajah, suara, atau gerakan tubuh seseorang sehingga terlihat nyata padahal palsu dan sering dibuat tanpa izin.

Fenomena deepfake berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023 jumlah video deepfake mencapai sekitar 95.000--100.000, meningkat hingga 550% dibandingkan tahun 2019. Fakta ini memperlihatkan betapa cepatnya teknologi tersebut digunakan dan menyebar di dunia maya. Lebih mengkhawatirkan lagi, sekitar 98% dari konten deepfake berisi pornografi non-konsensual, di mana 99% targetnya adalah perempuan, khususnya publik figur dan artis K-pop. Kondisi ini tidak hanya merugikan korban secara moral dan psikologis, tetapi juga menimbulkan masalah besar dalam perlindungan privasi.

Selain itu, kesulitan publik dalam mendeteksi konten deepfake memperparah situasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% orang tidak mampu membedakan video asli dan palsu meski telah dilatih. Hal ini membuktikan bahwa ancaman penyebaran informasi palsu melalui deepfake sangat berbahaya, baik untuk individu maupun masyarakat luas, termasuk dalam konteks politik, ekonomi, dan keamanan.

Untuk menghadapi masalah ini, diperlukan peningkatan literasi digital masyarakat. Edukasi mengenai cara mendeteksi deepfake, seperti memperhatikan ketidaksesuaian gerakan mulut, pencahayaan, atau suara, menjadi penting. Selain itu, dukungan teknologi dan regulasi juga wajib diperkuat. Platform digital besar seperti TikTok, Instagram, dan YouTube perlu mengembangkan sistem deteksi otomatis berbasis AI agar konten palsu dapat diblokir sebelum menyebar luas.

Dengan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan platform digital, dampak negatif deepfake dapat diminimalisasi sehingga perkembangan AI tetap membawa manfaat tanpa merugikan manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun