Mohon tunggu...
Ahmad Kafil Mawaidz
Ahmad Kafil Mawaidz Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu, agar anak pengecut jadi pemberani - Umar bin Khattab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkaca pada Sejarah Pendidikan

14 April 2018   09:48 Diperbarui: 14 April 2018   10:06 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbagai ide gagasan diusung oleh para pakar pendidikan untuk bisa mewujudkan cita-cita pendidikan nasional. Cita-cita tersebut telah dicantumkan para penggagas bangsa ini dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV,  bahwa tujuan pendidikan di indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Hal ini diperjelas dalam UU. No 20 tahun 2003 pasal 3 yang berisi, " pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Sehat, Berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menengok ke belakang sejarah pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan di Indonesia mengutamakan pendidikan sosial kemasyarakatan. Dimana tujuan pendidian adalah berlaku bak kepada sesama, berbudi luhur kepada warga sekitar, dan ramah tamah kepada yang baru dikenal. 

Pendidikan yang lebih mengutamakan pemberadaban, agar sesuai dengan yang termaktub di sila ke-2 pancasila. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dimana yang mendapatkan pendidikan lebih banyak bisa mengayomi yang kurang mendapatkan pendidikan.

Mereka menjadi pengasuh bagi jiwa-jiwa yang kurang di-asuh. Menjadi peredam dari segala bom emosional konflik yang sedang terjadi. Menjadi panutan bagi mereka yang membutuhkan tuntunan. Menjadi kawan bertukar piker, berdiskusi untuk memaslahatkan kehidupan rakyat. Menjadi penyemangat bagi jiwa-jiwa muda akan kreatifitas dan inovasi pemikiran-pemikan yang berkemajuan.

Kalau bangsa ini mau belajar sejarah, sebenarnya kita mempunyai sosok teladan pendidik yang sangat mumpuni dalam masalah pendidikan, seperti seorang Ki Hajar Dewantara. Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sangat menunjung tinggi nilai kemanusiaan, diwujudkannya dengan mendirikan taman siswa. Taman siswa adalah sebuah tempat pembelajaan yang sangat menyenangkan sekaligus menenangkan. 

Para siswa tidak diteror akan keulusan, yang menghilangkan aspek keihklasan dalam belajar. Tidak pula diteror angka-angka yang selalu menjadi alat maipulasi dalam menilai kemampuan seorang siswa. Taman siswa memberikan kebebasan belajar siswa sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. 

Mereka berkembang sesuai dengan bakat yang diberikan oleh tuhan. Tugas para pendidik adalah memberika pagar-pagar moral dan etika keindonesiaan kepada mereka. Agar nantinya kepandain mereka dipergunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk  minteri, nggumedeni, bukan untuk ajang unggul-mengungguli, tindih--menindasi, dan lain sebagainya.

Kalau kita perhatkan di era "zaman now", pendidikan hanya sebagai legalitas untuk individu agar mendapatkan ijazah, bukan untuk menyiapkan manusia dalam menapaki kehidupan selanjutnya yang lebih dewasa. Pendidikan hanya dijadikan proyek program-program kependidikan yang kurang bisa menjangkau makna pendidikan seuutuhnya. 

Pendidikan masa kini lebih banyak menciptakan mur baut industri investasi. Meredam kepercayaan diri untuk menjadi dirinya sendiri. Menghilangkan kemampuan untuk bisa berdaulat menjadi diri sendiri. Pendidikan saat ini hanya berpatok pada nilai-nilai materi dalam rangking-rangking rapor yang mudah sekali dimanipulasi.

Pendidikan seharusnya menjadi wadah bagi para siswa agar bisa mengembangkan bakat bawaannya sejak lahir. Menjadi ruang untuk memperkuat karakter, memperluas identitas tanpa menghapus personalitas. Menghasilkan individu-individu yang berdaulat, ber-etnotalentalogi, bertanggung jawab, percaya diri, dan berdaya saing sportif.

Sekolah yang digadang-digadang menjadi alat dan wadah pendidikan hari ini jauh daripada fungsi pendidikan yang sebenarnya. Banyak kendala yang harus segera diselesaikan, seperti urusan administrasi abal-abal, orientasi yang selalu merujuk kepada pembangunan fisik bangunan, tuntutan kebijakan kurikulum yang kurang diperhitungkan secara masak-masak dan kurang berjangka panjang. 

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman bai para siswa setelah di rumah mereka sendiri. Faktanya sekolah menjadi tempat yang dihindari, atau paling tidak membuat mereka tertekan, terkungkung seperti dipenjara. Hal ini terbukti anak-anak sangat bahagia jika hari libur tiba, yang artinya mereka tidak perlu menuju ke sekolah. Selain itu mereka merasa bebas dari tugas-tugas sekolah yang seolah-olah selalu memberatkan waktu, tenaga, dan pikiran mereka.

Permasalahan ini terus berulang dari generasi ke generasi selanjutnya. Harus ada solusi terkait beberapa masalah pendidikan yang terus menerus terulang. Pendidikan 'hari ini' selalu memperbaiki aspek teknis kependidikan yang mengekor kepada kemajuan industri, bukan mengahsilkan insan yang berbudi luhur tinggi.

Perlu adanya sebuah musyawarah tingkat nasional oleh para ahli pendidikan agar bisa merumuskan sebuah sistem yang tidak amburadul sampai saat ini. Diperlukannya arah pendidikan yang jelas, sehingga siapapun natinya yang mengelola mempunyai patokan dalam mengelola pendidikan selanjutnya. Para pemangku pendidikan harusnya diisi oleh professional pendidikan yang berkompeten di bidangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun