Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Pemotret

Penikmat tradisi kuliner berkuah kaldu khas Nusantara yang juga suka motret. Ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Borneo Pygmy Elephant, "Gajah Kerdil Kalimantan" yang Rentan Tinggal Kenangan!

14 September 2025   21:46 Diperbarui: 14 September 2025   21:46 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mendengar nama  Gajah Borneo atau mungkin Gajah Kerdil Kalimantan?

Sepertinya tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui, kalau di tengah-tengah kelebatan hutan hujan tropis Pulau Kalimantan, khususnya di sisi bagian utara atau lebih tepatnya di wilayah Sabah (Malaysia) dan sebagian Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Indonesia), diam-diam juga menjadi habitat gajah. 

Borneo Pygmy Elephant (Elephas maximus borneensis) atau Gajah Kerdil Kalimantan, begitulah para pegiat perlindungan satwa dunia menyebut gajah-gajah endemik Pulau Kalimantan bagian utara yang secara morfologi memang mempunyai postur tubuh lebih kecil sekitar 25% dibanding subspesies Gajah Asia lainnya itu. 

Ukuran tubuh yang lebih kecil ini diduga sebagai bagian dari seleksi alam untuk bertahan hidup di lingkungan dengan sumber daya yang relatif berbeda dan terbatas. Inilah alasan nama Borneo Pygmy Elephant ini akhirnya melekat pada mamalia yang mempunyai berat rata-rata 2.5-3,5 ton dan tinggi badan rerata hanya sekitar 2,5 meter ini. Tetap meraksasa sih kalau dibandingkan mamalia penghuni hutan Kalimantan lainnya. Betul?

Sayangnya, raksasa mungil dari hutan hujan tropis Kalimantan yang konon tidak terlalu agresif dan mempunyai ciri unik berupa telinga yang lebih besar dari proporsionalnya, gading yang lebih lurus, perut yang bundar dan juga ekor memanjang yang hampir menyentuh tanah ini populasinya sangat-sangat terancam punah.

Koloni Gajah Kerdil Kalimantan | A. Christy Williams / WWF-Canon
Koloni Gajah Kerdil Kalimantan | A. Christy Williams / WWF-Canon

Gajah Kerdil Kalimantan termasuk hewan sosial yang hidup dalam hierarki matriarki, dimana mereka akan hidup berkelompok beranggota sekitar 8 individu yang merupakan unit keluarga yang terdiri dari induk, anak, saudara perempuan, dan gajah jantan muda yang dikomandoi oleh gajah betina dewasa. 

Sedangkan gajah jantan dewasa cenderung hidup menyendiri atau membentuk kawanan jantan sementara dan mengawasi keluarganya dari lokasi yang agak jauh. Tapi, di tempat-tempat tertentu, seperti di tepi sungai dan area makan terbuka lainnya, unit-unit keluarga gajah ini sering terlihat berkumpul dalam kelompok yang lebih besar.  

Upaya pembentukan kelompok dan konsolidasi sesekali waktu ini sangat bermanfaat bagi keberlangsungan dan kesejahteraan mereka, karena membantu mereka bernavigasi dan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dan juga menjaga keragaman genetik yang sangat penting bagi evolusi dan kelangsungan hidup mereka selanjutnya.

Gajah Kalimantan betina di Sungai Kinabatangan, Sabah | John C. Cannon/Mongabay
Gajah Kalimantan betina di Sungai Kinabatangan, Sabah | John C. Cannon/Mongabay

Salah satu perilaku unik kawanan Gajah Borneo yang ternyata juga jago berenang ini adalah kesukaanya menjelajah hutan dipterocarpaceae, habitat alaminya di ketinggan 300 – 1.500 mdpl rimba Kalimantan hingga sejauh 40 kilometer (25 mil) per-hari dengan total daya jelajah mencapai 4.000 – 12.000 hektar.

Ternyata, pergerakan ini sangat penting dalam menjaga kebugaran, sekaligus membantu menjaga keanekaragaman hayati ekosistemnya, karena saat menjelajahi hutan, mereka juga menyebarkan biji buah tanaman yang dimakan melalui kotorannya ke area yang luas, sehingga berkontribusi pada regenerasi hutan.

Sayangnya, hutan yang menjadi rumah mereka telah terfragmentasi karena perambahan manusia yang populasinya terus tumbuh dan memerlukan ruang untuk hidup, hingga memicu deforestasi hebat untuk membangun infrastruktur dan memenuhi kebutuhan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan dan pemukiman yang mengubah lansekap habitat "raksasa-raksasa mungil" itu.  

4ka0ulau1a-pygmy-pair-cede-prudente-wwf-68c6d23bed641523514d0716.jpg
4ka0ulau1a-pygmy-pair-cede-prudente-wwf-68c6d23bed641523514d0716.jpg

Gajah Kerdil Kalimantan | Cede Prudente/WWF

Belum lagi, belakangan juga semakin marak perburuan liar, perdagangan satwa liar dan juga penjualan organ-organ tubuhnya di pasar gelap yang sudah pasti akan semakin memperburuk situasi.  

Dampaknya nyata! Kawanan Gajah yang kehilangan koridor ekologi dan juga habitat alaminya yang terdegradasi, tidak lagi leluasa bermigrasi di sepanjang rute tradisional yang sudah ada sejak kakek buyut mereka, ribuan tahun silam dan otomatis subpopulasi-nya juga tidak lagi bisa berkembang biak dengan baik untuk mempertahankan keragaman genetik hingga tidak menutup kemungkinan berakhir dengan kepunahan. 

Gajah-gajah yang kehilangan "rumah" termasuk sumber pakannya itu, tidak jarang akhirnya harus terbunuh mengenaskan akibat berkonflik dengan manusia (human-elephant conflict), setelah mereka dianggap "hama" karena merusak ladang warga yang sebelumnya memang jalur migrasi tradisionalnya.

Di Kalimantan Utara, misalnya, laporan dari organisasi konservasi seperti WWF Indonesia menunjukkan bahwa konflik ini semakin meningkat seiring berkurangnya koridor ekologi yang menghubungkan habitat gajah, juga kurangnya solusi efektif sebagai sistem mitigasi konflik dan sayangnya, masih diperparah dengan penegakan hukum di kawasan lindung yang sering kali masih lemah dan semua itu mebutuhkan solusi yang inovatif dan kolaboratif!



Menariknya, sebuah LSM lingkungan dari Negeri Paman Sam, Global Conservation,  menyebut Gajah Kerdil Kalimantan ini merupakan subspesies gajah yang paling sedikit dipelajari di dunia. Bahkan sampai hari ini, para ilmuwan masih tidak banyak mengetahui perilaku kawin dan reproduksi herbivora pemangsa beragam tumbuhan, termasuk rumput, dedaunan, kulit kayu, dan buah-buahan ini. 

Wajar jika kemudian, publikasi ilmiah, bahkan sampai berita kehidupan satwa yang sejak 1986 sudah digolongkan dalam status Kritis oleh IUCN dan digolongkan dalam Appendix I CITES atau satwa yang tidak diperbolehkan diperdagangkan termasuk organ-organ tubuhnya ini sangat minim.

Sepertinya inilah salah satu alasan paling mendasar, kenapa spesies gajah yang awalnya diyakini sebagai kawanan yang dihadiahkan kepada Sultan Sulu pada abad ke-17, hingga "dikoreksi" WWF sebagai genetik berbeda dan terpisah dari subspesies gajah Asia lainnya itu, menjadi  kurang begitu populer. Hingga relatif kurang dikenal, bahkan oleh penduduk Pulau Kalimantan Sendiri loh!

Peta Sebaran Gajah Kalimantan di Kalimantan Utara | WWF/Kompas.id
Peta Sebaran Gajah Kalimantan di Kalimantan Utara | WWF/Kompas.id

Nama Gajah Borneo alias Gajah Kerdil Kalimantan memang tidak sepopuler dari  saudara-saudara sepupunya sesama gajah Asia, termasuk Gajah Sumatera yang sama-sama berhabitat di nusantara dan sama-sama terancam punah, tapi Gajah Sumatera yang lebih terkenal dan sudah mempunyai roadmap juga infrastruktur konservasi yang lebih siap, nasibnya jelas relatif lebih baik!

Tapi, esensi kekhawatiran terbesar sebenarnya bukan pada tingkat popularitasnya ya, tapi lebih kepada efek dominonya! Semua pasti kenal ungkapan "tak kenal maka tak sayang". Jangan sampai minimnya publikasi dan juga pemberitaan secara luas akan menyebabkan semakin asingnya Gajah Kerdil Kalimantan dari memori masyarakat Indonesia yang bisa berakibat minimnya kepedulian masyarakat untuk terlibat secara aktif, setidaknya dalam sistem kontrolnya terhadap upaya konservasi satwa yang menurut WWF populasinya di sisi Indonesia bahkan tidak lebih diri 80 ekor ini.  

Bersyukurnya, eksistensi Gajah Kerdil Kalimantan telah dilindungai secara definitif oleh Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi dan Gajah Kerdil Kalimantan berada di nomor urut 51. Alhamdulillah!

Daya Jelajah Gajah Kerdil Kalimantan dari Tahun ke Tahun | globalconservation-org
Daya Jelajah Gajah Kerdil Kalimantan dari Tahun ke Tahun | globalconservation-org

Oiya, Gajah kerdil Kalimantan ini sebagian besar persebarannya memang ada di wilayah Sabah, Malaysia Timur yang menurut WWF populasinya masih lumayan besar. Berdasarkan penghitungan kotoran gajah pada survei tahun 2010, diperkirakan ada sekitar 2.040 individu di Sabah.

Sedangkan untuk populasinya di sisi Indonesia yang terkonsentrasi di Seputaran Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan,  khususnya lagi di wilayah hutan yang berbatasan langsung dengan wilayah Sabah yang sama-sama menjadi habitat alami gajah, jumlah populasinya berada diantara 20-80 individu saja. Sangat mengkhawatirkan bukan! Maksimal hanya tinggal 80 ekor saja lo!?

Karena itulah, setiap langkah kecil kita merawat hutan, mulai dari reboisasi hingga edukasi masyarakat sebagai bagian dari rumusan strategi konservasi yang efektif akan berdampak besar bagi masa depan satwa kharismatik Indonesia, salah satu bukti keragaman biodiversitas nusantara ini. 

Kawanan Gajah Kerdil Kalimantan di Area Perkebunan Kelapa Sawit | Chris J Ratcliffe / WWF-UK
Kawanan Gajah Kerdil Kalimantan di Area Perkebunan Kelapa Sawit | Chris J Ratcliffe / WWF-UK

Salah satu opsi aktual dalam upaya konservasi Gajah kerdil Kalimantan,  guna mengatasi ancaman sekaligus membantu kawanan gajah kerdil kembali menemukan "rumah" yang relatif lebih aman adalah pemanfaatan kecerdasan dan kecanggihan teknologi tepat guna.

Berikut beberapa diantaranya : 

  • Penggunaan pelacak berbasis GPS berupa kalung gajah untuk memantau pergerakan gajah. Data-data aktualnya sangat bermanfaat untuk memetakan jalur migrasi, sekaligus mengidentifikasi area konflik potensial, sehingga koridor ekologi dapat dirancang dengan lebih baik.
  • Pemanfaatan drone untuk memantau berbagai aktivitas ilegal penebangan hutan atau perburuan di kedalaman hutan, memungkinkan range area yang jauh lebih luas, tapi cost-nya jauh lebih rendah dibandingkan patroli darat.
  • Penerapan aplikasi komunikasi berbasis komunitas, semisal aplikasi seluler WhatsApp Grup yang bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi keberadaan gajah di dekat pemukiman yang memungkinkan respons cepat untuk mencegah konflik lebih dini.
  • Pemanfaatan AI alias Kecerdasan Buatan untuk menganalisis data satelit dan memprediksi pola pergerakan gajah berdasarkan perubahan musiman atau aktivitas manusia juga akan sangat membantu perencanaan koridor ekologi yang juga lebih akurat.

Proses Pemasangan Kalung Pelacak Pada Seekor Gajah Kerdil Kalimantan oleh Tim WWF | WWF
Proses Pemasangan Kalung Pelacak Pada Seekor Gajah Kerdil Kalimantan oleh Tim WWF | WWF

Selain pemanfaatan teknologi, pemberian edukasi dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan juga sangat krusial dalam upaya pelestarian Gajah Kerdil Kalimantan. 

Sebagai contoh adalah program MDM alias program Masyarakat Desa Mandiri yang sudah berjalan optimal di beberapa desa di Lampung, terbukti tidak hanya berhasil hidup berdampingan dengan Gajah Sumatera, tapi masyarakat juga lebih berdaya setelah berhasil mengembangkan wisata alam khusus pemantauan gajah liar sekaligus menghalaunya dan yang tidak kalah mendesak adalah edukasi tentang pentingnya gajah sebagai bagian dari ekosistem untuk membantu mengurangi stigma negatif terhadap gajah.

Karena area sebaran Gajah Kerdil Kaimantan beririsan dengan negeri jiran Malaysia, kolaborasi lintas negara antara Indonesia, Malaysia dan juga organisasi internasional seperti IUCN dan WWF jelas sebuah keniscayaan yang pastinya sangat penting dan bermanfaat. 

Gajah Kerdil Kalimantan bukan hanya sekadar subspesies yang perlu dilindungi, tetapi juga simbol dari tantangan dan harapan dalam pelestarian biodiversitas kebanggaan bangsa. Keberadaan mereka mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. 

Dengan memanfaatkan teknologi, melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar, juga memperkuat kerja sama lintas batas, kita dapat membantu gajah kerdil tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan alam Kalimantan, kebanggaan Indonesia dan dunia! (14925)

Semoga Bermanfaat!

Sala matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!

Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN
Kompasianer Banua Kalimantan Selatan | KOMBATAN

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun