Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Beras dan Kesejahteraan Petani

12 Maret 2015   08:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:47 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14261227601605976401

[caption id="attachment_402138" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber: Tribunnews.com"][/caption]

Gejolak harga beras yang terjadi belakangan ini memunculkan beragam analisa terkait penyebabnya dan dampaknya terhadap kesejahteraan petani.

Ihwal dampaknya terhadap kesejahteraan petani, pendapat Puteri Indonesia, Elvira Devinamira, cukup menarik untuk disimak. Menurutnya, kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini justru berdampak positif bagi petani (Tempo.co,02 Maret). Argumennya sederhana: kenaikan harga beras bakal mendongkrak pendapatan petani karena harga jual hasil panen yang meningkat. Pada akhirnya, hal tersebut bakal menggenjot kesejahteraan mereka.

Sementara itu, ihwal penyebab kenaikan harga beras hingga mencapai 30 persen, sejumlah analisa dari berbagai pihak juga mengemuka dan meramaikan diskusi di ruang publik: mulai dari akibat pembagian raskin yang telat, alur distribusi yang acak-adul, jadwal panen raya yang mundur sehingga memengaruhi suplai, hingga dugaan adanya mafia beras yang sengaja memanfaatkan situasi untuk meraup rente ekonomi.

Terlepas diagnosis mana yang paling tepat, gejolak harga beras yang terjadi belakangan ini sejatinya memberi konfirmasi bahwa pasar beras memang “tidak sehat”. Musababnya adalah perbedaan informasi yang dimiliki para pelaku ekonomi perdagangan beras (Bustanul Arifin, 2007). Para pedagang beras, apalagi yang merangkap/menguasai penggilingan padi, kemungkinan besar mampu “mengelola” stok beras dengan piawai. Celakanya, berapa besar stok yang sebetulnya dikuasai para pedagang hingga kini tetap menjadi misteri. Ketika harga beras ditentukan melalui mekanisme pasar seperti saat ini, hal tersebut tentu berpotensi memunculkanmarket power(praktek kartel).

Struktur pasar beras yang tidak sehat juga tercermin dari tingginya disparitas harga gabah dan harga beras. Faktanya, kenaikan harga beras tidak diikuti/sebanding dengan kenaikan harga gabah petani (transmisi harga tidak bekerja). Meski harga beras termurah sudah di atas Rp10.000 per kilogram, harga gabah kering giling masih sekitar Rp5.000 per kilogram. Itu artinya, margin dan nilai tambah perdagangan beras tidak dinikmati oleh petani, tapi pelaku lain, seperti pedagang dan penggilingan padi.

Hal tersebut sejatinya mematahkan argumen bahwa kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini bakal menguntungkan petani padi. Alih-alih menikmati berkah lonjakan harga beras, sebagai konsumen, sebagian besar petani padi justru bakal dipusingkan dengan biaya hidup yang melambung. Pasalnya, porsi pengeluaran rumah tangga padi yang dialokasikan untuk beras cukup besar, sementara mayoritas mereka sejatinya adalah konsumen neto (net-consumer) beras. Itu artinya, sebagai konsumen, mereka juga harus membeli beras dengan harga pasar, meski pada saat yang sama merupakan produsen padi/beras.

Gejolak harga beras yang terjadi belakangan ini juga memberi konfirmasi bahwa pemerintah tidak memiliki instrumen kebijakan yang jelas ihwal stabillisasi harga beras. Upaya yang dilakukan selama ini selalu terkesenad-hocdengan tujuan utama hanya untuk pengendalian inflasi. Dalam soal ini, salah satu opsi kebijakan yang bisa diambil adalah dengan menetapkan harga atap (ceiling price) beras seperti di jaman Orde Baru. Hal tersebut terbukti efektif dalam meredam gejolak harga beras yang tak terkendali. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun