Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menutup Kesenjangan Produktivitas Petani Jawa dan Luar Jawa

11 Mei 2019   10:18 Diperbarui: 11 Mei 2019   10:33 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari data BPS dan Kementan

Meski kedaulatan pangan yang menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Jokowi belum sepenuhnya terwujud, harus diakui bahwa pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah berhasil meningkatkan produksi pertanian, khususnya komoditas tanaman pangan, secara signifikan dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Konsekuensinya, impor sejumlah komoditas pangan dapat ditekan.

Ruang untuk memacu produksi pangan sebetulnya masih terbuka lebar tanpa perlu menambah luas lahan pertanian. Salah satu caranya adalah dengan mempersempit kesenjangan produktivitas antara petani Jawa dan luar Jawa.

Kinerja mengesankan dalam memacu produksi tanaman pangan terekam oleh data statistik. Sepanjang 2014-2018, produksi padi tercatat mengalami kenaikan rata-rata 3,08 persen per tahun. 

Laju kenaikan ini lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan sepanjang 2010-2014 yang hanya sebesar 1,39 persen per tahun. Hal serupa---bahkan lebih fantastis---juga terjadi pada komoditas jagung yang produksinya secara rata-rata tumbuh sekitar 10,53 persen per tahun pada periode yang sama, lebih tinggi dari periode 2009-2014 yang hanya sebesar 1,66 persen. 

Hal ini tentu tak lepas dari keberhasilan berbagai program pemerintah yang difokuskan pada upaya peningkatan produksi dengan memacu produktivitas (intensifikasi) dan luas panen (ekstensifikasi). 

Dalam hal ini, upaya serius dan komitmen kuat pemerintah tercermin dari total belanja sarana dan prasarana produksi pertanian yang mencapai  sekitar 70 persen dari total anggaran Kementan (Kementan, 2018).

Diolah dari data BPS dan Kementan
Diolah dari data BPS dan Kementan
Meski sejumlah kalangan menengarai bahwa data produksi tanaman pangan cenderung overestimate atau lebih tinggi dari kondisi lapang karena estimasi luas panen yang tidak berbasis pengukuran (objective measurement), kinerja mengesankan dalam memacu produksi padi dan jagung nasional juga terkonfirmasi oleh penurunan volume impor kedua komoditas ini dalam empat tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa suplai dari produksi dalam negeri untuk kedua komoditas tersebut mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa total impor beras sepanjang 2015-2018 sebanyak 4,7 juta ton. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 1,18 juta ton dibanding periode 2011-2014. 

Pada saat yang sama, total volume impor jagung nasional juga mengalami penurunan yang fantastis  dari 11,24 juta ton sepanjang periode 2011-2014 menjadi hanya sekitar setenganya, yakni sebanyak 5,73 juta ton pada periode 2015-2018.

Tren positif ini sebetulnya masih dapat terus ditingkatkan. Potensi untuk mamacu produksi masih sangat besar terutama melalui peningkatan produktivitas.

 Data historis yang ada memperlihatkan bahwa meski mangalami peningkatan, perkembangan produktivitas padi dan jagung nasional cenderung melandai dalam beberapa tahun terakhir. 

Dengan kata lain, peningkatan produksi selama ini lebih ditopang oleh pertambahan luas panen ketimbang peningkatan produktivitas. Tentu saja kondisi ini merupakan tantangan yang harus bibereskan untuk menjamin keberlangsungan tren positif peningkatan produksi komoditas pangan di masa depan.

Dewasa ini, upaya memacu produksi pangan untuk memenuhi lonjakan permintaan yang digerakkan oleh pertambahan jumlah penduduk merupakan isu utama. 

Tantangannya adalah upaya tersebut harus dilakukan dengan seminimal mungkin membuka lahan pertanian baru. Alasannya, pembukaan lahan baru bakal mengakibatkan hilangnya lahan hutan akibat deforestation yang tentu saja tidak sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan. Karena itu, upaya peningkatan produksi pangan di masa datang harus bertumpu pada peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya pertanian yang lebih maju.

Hasil Survei Ubinan tahun 2018 yang dilaksanakan BPS mengidentifikasi bahwa salah satu isu penting dalam memacu produktivitas padi dan jagung nasional adalah ketimpangan produktivitas antara petani di Jawa dan luar Jawa. 

Untuk komoditas padi, produktivitas petani di Jawa lebih tinggi sekitar 30 persen dari petani di luar Jawa. Rata-rata produktivitas petani luar jawa hanya sekitar 5 juta ton gabah kering panen (GKP) per hektar, lebih rendah dari petani Jawa yang sekitar 7 ton GKP per hektar.

Jika ketimpangan produktivitas ini dapat dipersempit, dampaknya terhadap peningkatan produksi padi nasional sangat luar biasa. Sekadar gambaran, produksi padi merupakan hasil perkalian antara produktivitas dan luas panen. 

Dengan luas panen padi sekitar 11 juta hektar seperti tahun lalu, kenaikan produktivitas padi sebesar 0,5 ton GKP per hektar bakal berkontribusi kenaikan produksi sebanyak 5,5 juta ton GKP. Untuk komoditas jagung, kesenjangan produktivitas bahkan lebih lebar lagi. Secara rata-rata, produktivitas petani Jawa lebih tinggi sekitar 57 persen dibanding petani Luar Jawa.

Ketimpangan ini terjadi karena banyak faktor, seperti perbedaan tingkat kesuburan tanah dan iklim, sumber daya manusia (profil petani), kemajuan infrastruktur pertanian (irigasi), dan teknologi budidaya yang diterapkan antara kedua wilayah. 

Secara umum, petani luar Jawa relatif tertinggal dari petani Jawa, baik dari segi kapasitas dan teknologi budidaya pertanian yang diterapkan. Karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mempersempit ketimpangan produktivitas antara keduanya adalah dengan meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan petani di luar Jawa, misalnya, melalui pendampingan, studi banding, penyuluhan yang intensif, dan penguatan kelembagaan melalui kelompok tani.

Infrastruktur pertanian dan teknologi budidaya petani luar Jawa juga perlu ditingkatkan. Hal ini, antara lain, dapat dilakukan dengan membangun jaringan irigasi dan mendorong mekanisasi yang lebih masif dalam kegiatan budidaya, mulai dari penyiapan lahan hingga pemanenan. 

Untuk komoditas padi sawah, mengintensifkan implementasi sistem tanam jajar legowo dapat memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan produksi.

Survei Ubinan 2018 memperlihatkan bahwa sistem tanam ini menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi sekitar 4-8 persen dibandingkan dengan sistem penanaman konvensional. Sayangnya, sistem penanaman ini belum diterapkan secara masif di seluruh wilayah Indonesia. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun