Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis lepas dan pecinta literasi

Blog ini merupakan kelanjutan dari blog pada akun kompasiana dengan link: https://www.kompasiana.com/sulfizasangjuara 🙏❤️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Katastrofe, Seribu Tahun Setelah Kematian H.B. Jassin

25 Maret 2025   18:52 Diperbarui: 25 Maret 2025   19:33 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Manusia yang masih membaca karya fiksi memang selalu begitu,” keluh Gramsci sinis. “Bahkan, tidak sekadar membaca, Ibu juga menjadikan karya fiksi sebagai kitab suci. Padahal, kita berada di zaman yang menjadikan teknologi dan sains sebagai agama!”   

***

Dari hari ke hari, gosip asmaraloka antara Ayah dengan ORI 400003, terus menyebar ke seluruh penjuru buana. Di sisi lain, banyak ilmuwan mencurigai bahwa ORI 400003 merupakan wujud dari perempuan yang menjadi cinta pertama ayah. Tidak jarang, para ilmuwan tersebut hadir sebagai bintang tamu dalam acara talk show di saluran TV favoritku.  

“Jadi, ORI 400003 bukan geminoid biasa?”

“Betul! Profesor Arnold menggunakan partikel sel otak Marissa Kalao untuk menyempurnakan AI dalam otak artifisial ORI 400003!” 

“Perempuan itu dulu cinta pertama Arnold. Arnold mencintainya secara membabi buta. Arnold tidak peduli tentang rumor Marissa Kalao diduga sebagai otak klandestin para pemberontak. Mereka berpacaran semasa kuliah di Institut Teknologi Robotik. Walaupun mereka sebaya, Marissa Kalao telah menjadi dosen. Di sisi lain, Profesor Arnold berstatus sebagai mahasiswa jurusan AI di smester pertama. Maklum, tingkat kecerdasan Marissa Kalao empat level di atas Einstein. Sayangnya, Marissa Kalao tewas terbunuh pada ulang tahunnya yang kedelapan belas. Pembunuhnya tidak pernah ditemukan. Konon, kematian Marissa Kalao terkait dugaan dirinya sebagai otak klandestin.”  

Sumber: dw.com
Sumber: dw.com

Dari hari ke hari, gosip tersebut terus berkembang luas, hingga membentuk bahari lara yang membentang luas—melampaui saujana. Di bahari lara itu, ibu berlayar dengan lakara bernama harapan. Walaupun telah banyak bukti dirinya dikhianati ayah, ibu tetap menjadikan ayah sebagai sabitah yang tidak akan hancur sampai habis usia dunia.    

***

Seminggu setelah kepulangan kami dari liburan bersama, ibu tiba-tiba mencuat di pintu rumahku. Ia memintaku untuk menghubungi kedua saudaraku, Gramsci dan Beauvoir. 

“Kita perlu berkumpul, Kristeva!” pinta Ibu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun