Pikiran Rakjat 27 Maret 1970 memberitakan para penyerbu gerbang sekolah membawa tongkat kayu dan besi melakukan penganiayaan pada pelajar pria. Sejuamlah pelajar menderita luka di kepala, badan dan perut. Para pelajar putri dirobek pakaiannya.
Kalau itu pertama berarti sudah puluhan tahun, kok tidak ada solusi kongkrit? Jadi para pelaku bisa menjadikan apa mereka lakukan sebagai kenang-kenangan yang indah dan menganggap kenakalan biasa. Â Padahal mereka bisa jadi pernah melukai orang tak bersalah.
Menariknya, maraknya kenakalan remaja bersamaan dengan dibukanya keran film-film Barat dan bacaannya sejak 1970-an. Sekarang makin keras karena konten media sosial menstimulus.Â
Perundungan kemungkinan sudah ada sejak 197a0-an namun sejak ada media sosial makin keterlaluan menganiaya fisik dan psikis dan dan direkam. Sayang tidak ada yang meneliti tetapi kasusnya di Jawa Barat puluhan dalam berapa tahun saja. Â Mengerikan satu korban dibully lebih dari tiga orang.
Bahkan korban dan pelakunya juga perempuan, suatu hal yang tidak terjadi pada berapa dekade sebelumnya. Seperti yang terjadi pada Mei 2024 di sebuah SMP di Citayam di Bojonggede, Bogor, Jawa Barat, seorang siswi dianaiya tiga siswi. Â
Fenomena perundungan ini juga terjadi di Korea Selatan membuat saya menduga dipicu oleh media sosial.
Apakah dikirim ke barak militer untuk pelajar bermasalah untuk usia SMP-SMA menurut saya diperlukan untuk memutus regenerasi geng motor, tawuran, serta memberikan efek jera seharusnya bukan di Jawa Barat tetapi juga di Jakarta. Â Apakah selamanya?
Tidak, Â enam bulan cukup untuk masuk barak sambil tetap menempuh pendidikan. Â Lakukan untuk berapa generasi sampai regenerasi geng motor dan tawuran itu putus. Jadi senior geng motor tidak bisa melakukan kaderisasi karena junior keburu dibina.
Bersamaan itu lakukan kegiatan bersifat rekreatif untuk anak SMP dan SMA seperti pertandingan olahraga. Begitu juga membuat kegiatan Pramuka atau MPR bersama di satu tempat membuat sosialisasi antar sekolah menjadi terjalin.
Pemerintah Kota atau Kabupaten menyediakan lapangan publik bukan malah mendorong alih fungsi jadi lahan pembangunan komersial yang merangsang kecemburuan sosial.
Alihkan dan ubah habitat geng motor menjadi positif dengan menyediakan sarana dan parasarana. Misalnya di Kota Bandung pada hari tertentu dan tampat dengan radius tertentu dijadikan arena uji ketangkasan naik motor. Tentunya melibatkan polisi.