Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (11)

28 September 2020   09:10 Diperbarui: 28 September 2020   09:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: Ceritaduniaanak.com

SEBELAS

Pukul enam pagi. Aku dan Purbasari tiba  di gerbang bekas kampus yang relatif utuh tampak sunyi.  Tumbuhan liar menutupi sejumlah bangunan dengan arsitektur Hindia tersebut.  Sementara halaman penuh ilalang.  Sedih juga melihat peradaban umat manusia yang sudah lama runtuh.  Negeri ini maish beruntung, bagaimana dengan negeri yang terpapar radiasi nuklir, masih ada kehidupankah di sana?

Kami diantar dengan jip terbang,  yang di parkir di seberang gerbang sekitar dua ratus meter.  Di situ ada Samuel dan Serma Malik mengawasi, ikut juga Gigin dan beberapa prajurit.  Sekalipun masih mempercayai Bagus dan Purbaendah, tetapi menjaga kemungkinan.

Tak lama kemudian Ira Mutiara dan Mayang Puja datang dengan motor capung terbang.  Mereka mengenakan senjata high voltase dengan seragam tentara Preanger Titanium.  Sementara aku dan Purbasari mengenakan pakaian ala Pasir Batang. 

Udara cerah, selama seminggu ini. Matahari menerapa Bumi yang sedang menyembuhkan dirinya.  Pihak pengundang tampaknya sudah mengetahui  tamunya datang, terdengar alunan musik lembut dari pengeras suara.

"Ah, si Bagus Keumaha, itu kan lagunya 'Blue Danube' dari Johan Strauss, " ucap Ira.

"Musik yang indah dan romantis," sahut Purbasari. "Baru kali ini mendengarnya."

"Ayo, masuk ke dalam, anjeun semua sudah ditunggu" terdengar suara Bagus di antara alunan musik lembut.

Kami memasuki gerbang itu.  Tampaknya  beberapa orang Purbaendah di koridor kampus. Mereka siaga dengan senjata, tetapi tetap hormat pada kami.  Senjatanya beragam, ada yang  AK 47 model klasik, dari mana orang Purbaendah mendapatkan mainan kuno itu? 

Yang memegang senjata itu Subarja yang aku kenali menendang warga dusun di Pasir Batang dan kubalas dengan tembakan high voltase skala ringan. Dia mengingat itu, tetapi dia tidak memusuhiku. Aku kira sudah diingatkan oleh Purbaendah.

Di sana ada Jumhana, memegang senjata high voltase. Kini dia bukan tukang kuda, tetapi tentara moden. Dia sama sekali tidak tampak sebagai  budak Purbaendah ketika ditawan Indrajaya. Rupanya dia terkena syndrome Stochlolm.   Rupanya Bagus dan Purbaendah tahu kami juga bawa orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun