Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1965, Peresmian Reaktor Atom Taman Sari dan Hubungan Indonesia-AS

14 Desember 2019   09:57 Diperbarui: 14 Desember 2019   09:57 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian dalam gedung Reaktor Triga Mark II Taman Sari pada masa kini-Foto: Humas Kota Bandung.

Setelah menyatakan keluar dari PBB pada Januari 1965, hubungan luar negeri Indonesia dan Amerika Serikat  berada dalam kondisi terburuk. Latar belakangnya ialah konflik terbuka antara AS dan Vietnam Utara pada Februari 1965, ketika terjadi serangan udara yang dilakukan AS pada sejumlah tempat di negara itu.

Publik di Indonesia tidak terlalu tahu bagaimana serangan itu bisa terjadi, tentunya pihak AS punya versi sendiri.  Tetapi peristiwa ini memberi amunisi bagi pemerintah Sukarno untuk membakar semangat anti neokolonialisme, anti imprealisme barat, terutama untuk politik dwikora, konfrontasi terhadap Malaysia. 

Wakil PM Subandrio pada 9 Februari mengeluarkan pernyataan mengecam serangan itu dan memperingatkan agar seluruh rakyat Indonesia tetap waspada. 

Selang beberapa hari setelah pernyataan itu ribuan pemuda, pelajar dan mahasiswa ibu kota melancarkan demonstrasi besar-besaran di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta mengutuk agresi AS terhadap Vietnam Utara.  Para pengunjuk rasa menuntut agar AS menghentikan petualangan berdrahnya terhadap rakyat Vietnam Utara.

Reaksi lebih keras terjadi Sumatera Utara, sejumlah perkebunan milik perusahaan AS (seperti perkebunan karet milik Goodyear) diambil oleh kaum buruh, sekalipun tanpa insiden.  Dalam aksinya pada 15 Februari, para pengunjuk rasa mengumumkan aksi bersama mengganyang imprealisme AS.

Pada hari yang sama Gedung AS di Jalan Sagara 4 diserbu  dan diduduki olehsekelompok pemuda Jakarta yang terkait PB Front Nasional. Ini merupakan kedua kalinya USIS digeruduk oleh para pemuda.  Pada 2 Desember 1964  para pemuda membakar bendera Amerika, buku-buku perpustakaan dan menghancurkan kaca-kaca jendela gedung itu.

Reaksi agak berbeda terjadi di Kota Bandung. Sejumlah pelajar dan mahasiswa di kota kembang itu menggelar apel besar di Gedung Front Nasional Jawa Barat di Jalan Wastu Kencana/22.  Dalam aksi pada 22 Febuari itu itu para pelajar dan mahasiswa mengutuk serangan AS.  Namun tidak semua kelompok menyetujui aksi itu.

Front Pemuda Jabar justru menyatakan penyesalannya, karena bisa aksi itu melanggar keputusan antar kelompok pemuda.  Imbasnya bisa menyebabkan perpecahan di kalangan pelajar dan mahasiswa. 

Pasalnya sebagian pemuda dan mahasiswa lebih menginginkan fokus menghadapi Konferensi Islam Asia dan Afrika yang digelar di Bandung pada 6 hingga 13 Maret 1965.   Bisa diintepretasikan bahwa kalangan pelajar dan mahasiswa Islam melihat itu sebagai aksi kelompok kiri dan bisa menimbulkan reaksi dari kalangan negara Islam yang diundang ke KIAA pertama itu.

Peresmian Reaktor Atom Taman Sari

Ketika hubungan Indonesia dan AS sedang menegang, Reaktor Atom Traga Mark yang batu pertamanya diletakan Sukarno pada 9 April 1961 siap untuk diresmikan. , pembangunan reaktor atom mulai dilaksanakan pada Januari 1962. Disusul, 5 Maret 1964 jantung reaktor, tangki alumunium itu tiba melalui kapal di Tanjung Priuk. Disusul bahan bakar atom tiba di Kemayoran pada 12 Oktober 1964. Pembangunan reaktor juga dilakukan Serpong pada Januari 1965 di mana Sukarno juga meletakan batu pertama.

Kemudian pada 16 November 1964, para ilmuwan pribumi yang dipimpin Ir Djali Ahimsa sukses menuntaskan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama TRIGA MARK II. Alumni ITB 1958 ini mengepalai proyek pembangunan reaktor atom sejak 1960. Namun namanya baru mencuat ketika reaktor atom ini mendekati penyelesaian.

Djali Ahimsa dan bersama Prof Dr Tisna Amidjaja dan Soetardjo Soepadi memberikan keterangan pers di Bandung, 18 Februari 1965 sebelum peresmian. Dalam konferensi pers itu diungkapkan isotop, suatu unsur atom dalam bidang kedokteran, biologi untuk ternak dan tanaman, industri, hidrologi, serta perminyakan. Dalam kedokteran isotop digunakan untuk diagnosa maupun terapi, karena sifat radiasi unsur tersebut.

Seperti yang ditulis oleh Antara, Reaktor Atom TRIGA MARK II akhirnya diresmikan oleh Presiden Sukarno pada 20 Februari 1965. Pada upacara peresmian hadir Chaerul Saleh, Menteri PTIP Brigjen Syarief Thayeb, Menteri Kehakiman Astrawinata, Rektor UI, ITB dan Universitas Padjadjaran. Upacara peresmian ditandai dengan pemberian kunci oleh Kuasa Usaha F Gailbraith kepada Sukarno, yang secara simbolik digunakan untuk membuka pintu bangunan reaktor

Dalam amanatnya Sukarno mengatakan, proyek atom Serpong dan Bandung merupaka bukti Indonesia yang benar-benar maju. Indonesia menuju ke arah tingkatan dan taraf yang boleh dibanggakan, meskipun masih belum seratus persen tujuan revolusi tercapai.

"Kita terus naik, tidak pernah turun. Ever upward, never going down," ucap Sukarno.

Lanjut Bung Karno, Reaktor nuklir pertama milik Indonesia merupakan hasil kerja keras dan keringat bangsa Indonesia. Proyek ini bukanlah pemberian telah "rampung", tetapi hasil perancangan dan pembangunan bangsa Indonesia sendiri dan dibangun di atas tanah Indonesia sendiri.

"Kita diamanati oleh Tuhan, semangat jiwa, roh dan bangsa yang baik, yaitu semangat yang berkobar-kobar, yang cinta pada tanah air dan Tuhan, serta roh dan jiwa yang cinta kepada sesama manusia dan damai. Inilah merupakan kerangka tujuan revolusi Indonesia, yaitu mendirikan dunia baru tanpa penghisapan manusia oleh manusia," tutur Sukarno.

Presiden juga menantang kepada orang-orang yang mengatakan, Indonesia agresif dan tidak cinta damai, supaya menyelidiki sejarah dan menunjukan bukti, bahwa dalam sejarah itu tidak ada satu kalimat pun yang pernah menyebutkan Indonesia pernah menjajah atau menjadi imprealis kepada bangsa lain.

"Kepada neokolim, bangsa Indonesia cinta damai tidak menginginkan perang dalam masalah dengan Malaysia.  Tetapi kalau diserang kita balas," ucap Sukarno seperti dikutip Pikiran Rakjat, 22 Februari 1965.

Sukarno berharap dengan adanya reaktor atom ini dapat mengangkat bangsa Indonesia dari lumpur kemiskinan dan hinaan kepada masyarakat yang adil dan makmur, serta untuk ikut berkontribusi kepada tatanan dunia baru, yang tidak mengenal eksploitasi.

Hal senada juga diungkapkan Djali Ahimsa bahwa proyek atom tidak dilakukan oleh Amerika Serikat, tetapi ada kontribusi General Atomic dari AS dan dibiayai oleh pemerintah kita sendiri dan pembangunannya dilakukan oleh tenaga Indonesia sendiri.  Biaya pembangunan reaktor sebesar Rp300 juta dilakukan kontraktor Marika, Sabang-Merauke dan PT Mesin Bandung, serta 15 perusahaan kecil.

Reaktor ini mempunyai kapasitas tenaga maksimum 250 Kilowatt. Aliran neutronnya 10 pangkat 12 neutronper sentimeter persegi. Reaktor ini mempunyai unsur bahan bakar zirconium hibrida dicampur dengan uranium yang diperkaya sampai 20 persen dalam U-235. Bahan U-235 tersedia paling sedikit untuk lima tahun. Kapasitas reaktor ini dapat membuat 80 isotop.

Meskipun dibangun dalam situasi ekonomi yang sulit, pembangunan reaktor atom ini merupakan visi dari Sukarno tentang bangsa Indonesia yang ingin sederajat dengan bangsa lain. Sukarno menginginkan Indonesia menguasai teknologi yang bisa mensejahterakan rakyatnya, di antaranya teknologi atom. Dengan adanya reaktor atom, maka bidang-bidang pembangunan akan terdongkrak dan membuat Indonesia menjadi negara maju.

Kehadiran reaktor atom di Taman Sari, terjadi pada perang dingin yang makin meningkat dengan cepat. Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat yang sebetulnya cukup baik ketika diperintah John F Kennedy. Terbunuhnya Keneddy pada 1963, tampaknya mengubah hubungan Indonesia dan AS. Pengganti Kennedy, Lyndon B Johnson justru melakukan intervensi di Vietnam Selatan, yang membuatnya dianggap sebagai pihak neokolonialisme, yang sangat dibenci Bung Karno.

Indonesia sempat berpaling ke Tiongkok,ketika negeri itu berhasil melakukan ujicoba bom atom pertamanya pada 16 Oktober 1964. MF Mukthi dalam tulisannya "Kisah Bom Atom di Indonesia" dalam Historia 28 Maret 2015 menceritakan Keberhasilan Tiongkok dalam ujicoba bom atom pertamanya pada 16 Oktober 1964 menginspirasi Sukarno.

Kemudian diam-diam, Sukarno mengirim ahli-ahli nuklir dan petinggi militer Indonesia ke Tiongkok untuk belajar membuat bom atom. Hal itu dia lakukan karena adanya perjanjian mengikat antara Indonesia dengan AS, yang tak membolehkan Indonesia berpaling dari AS dalam pengembangan nuklirnya.

Sejarah kemudian mencatat situasi politik dalam negeri tidak memungkinkan hal itu terjadi, terutama setelah peristiwa 30 September 1965. Perubahan pemerintahan pun terjadi. Hingga saat ini masih ada merupakan tanda tanya apakah perkembangan reaktor atom Indonesia berikutnya itu sesuai visi dan yang dibayangkan oleh Sukarno.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki:

1.https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/5ac36ae5ab12ae063c05d5f2/bandung-1961-sejarah-atom-indonesia-dari-tamansari?page=all#sectionall

Sumber Primer

Berita Antara, 18 Februari 1965, 20 Februari 1965

Pikiran Rakyat 10 Februari 1965, 15 Februari 1965, 16 Februari 1965, 18 Februari 1965, 19 Februari 1965,  22 Februari 1965, 25 Februari 1965

Sumber Sekunder

Anwar, Rosihan, Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965", Jakarta : Sinar Harapan, 1980.

Mukhti, MF, "Kisah Bom Atom di Indonesia" dalam Historia 28 Maret 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun