Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masih Belum Terlambat untuk Memindahkan Ibu Kota

5 Juli 2017   21:57 Diperbarui: 6 Juli 2017   21:58 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: THINKSTOCKS/AlfinTofler

Lebih baik terlambat daripada tidak.  Boleh saja pepatah itu.  Jika memang ibu kota harus pindah pada 2019 atau 2020-an. Baiklah, tetapi di mana?  Bagaimana dengan Palangkaraya? Saya kira menarik. Ada beberapa alasan Palangkaraya dipilih seperti bukan daerah yang rawan gempa, relatif masih bisa dikembangkan dan ada alasan historis seperti  pernah dipilih Bung Karno.

Bagaimana kalau Palangkaraya dipilih?

Wah ini menarik. Setidaknya beban Jakarta -bahkan di Jawa -akan berkurang. Tentu ada persoalan.  

Soal pegawai pemerintahan (PNS), ya suruh pilih saja pegawai pusat mau jadi PNS Jakarta Raya itu pun kalau masih ada tempat atau pindah ke Palangkaraya. Bukankah gaji PNS sekarang  sudah besar? Apa salahnya pindah? Apa yang ditakutkan soal sekolah anak? Soal perumahan.

Saya kira pemerintah akan membangun infrastuktur lebih dulu sebelum memindahkan ibukota.  Sarana pendidikan akan dibangun. Sarana kesehatan juga dibangun. Saya kira juga kualitasnya akan baik karena akan merekrut guru-guru berkualitas dengan gaji besar. Setidaknya di Palangkaraya lebih kondusif untuk anak sekolah karena nggak ada tawuran pelajar seperti Jakarta.

Kuliah? Mungkin Universitas Palangkaraya belum bisa menyamai UI, ITB, UGM atau universitas di Jawa yang selalu mendominasi besar dalam sepuluh tahun.  Ya, mengapa mereka nggak kirim kuliah di Jawa. Bukankah mengirim kuliah anak ke luar negeri biasa? Orang dulu bagaimana?


Soal transportasi naik pesawat terbang untuk ke Jawa, ya itu masalah lain. Berapa kali setahun harus ke Jawa? (itu kalau PNS banyak asal Jawa).  Bukankah menjadi PNS itu pilihan?  Apa yang ada di pikiran PNS itu?

Takut kehilangan gaya hidup?  Takut tidak ada tempat rekreasi atau mal bersama anak-anak. Ya, didik dong anak-anak itu dengan gaya hidup baru. Apa sih masalahnya tidak ada mal semegah Jakarta?  

Kalau tidak mau juga? Ya,  cari kerjaan lain di Jakarta yang bisa akses ke gaya hidup dan biar pemerintah pusat rekrut PNS baru  yang mau hidup jadi pionir.

Biaya besar? Ya, mungkin akan dikaji. Tetapi saya kira harus berangsur untuk membangun sebuah ibu kota. Bahkan ini kesempatan membuat ibu kota yang ramah bagi warganya hingga hilang pameo sekejam-kejamnya ibu tiri lebih kejam ibu kota. Pedestrian seimbang dengan jalan raya. RTH kota akan sesuai.  Premanisme seperti di Jakarta selama ini akan lebih minimal. Saya optimis sekali.

Pertanyaan besar bukan soal kepentingan orang-orang Jakarta yang dipindahkan ke Palangkaraya ini. Kesampingkan itu. Tetapi justru kepentingan orang-orang Palayangkaraya ini? Apa dampak sosialnya bagi mereka? Saya tidak setuju mereka seperti orang Betawi terpinggirkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun