Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (45)

10 Juni 2017   04:16 Diperbarui: 10 Juni 2017   04:22 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Irvan Sjafari

Mengharukan juga. Pak Nanang tidak pernah cerita, anaknya meninggal di koloni.

Mereka semua korban bentrokan dengan para penyusup. Koloni ini bentrok bukan hanya dengan geng narkoba seperti yang diceritakan Pak Nanang Sumarna, tetapi juga dengan penyusup lainnya.  Bisa jadi mereka bajak laut yang kerap disinggung dalam rapat.  

“Di mana pertempurannya?”

“Beberpa kali dan semua di balik bukit ini Kak. Itu sebabnya terlarang.” jawab Ristia.  “Wilayah itu paling lemah di negeri ini.  Serdadu semut dan serdadu tawon tidak semua diperkenankan ke sana. Hanya tentara para tetua yang melatih kami.  Kami hanya menjaga kalau garis pertama ditembus, kami mempertahankan blok demi blok.”

Strategi pertahanan jitu.

“Jadi kalau kakak nekad ke sana, ya terpaksa kami tidurkan!” kata seorang anak buah Ristia dengan enteng. Dia siap dengan serbuk mengawasi gerak-gerik Alif. Namanya Fatin Yunita. Tubuhnya berapa senti di bawah Alif dan usianya masih belasan tahun, mungkin tujuh belas.  Alif ingat dia anak yang kerap bertanya di kelas.  Di sebelahnya Gilang sebaya dan mereka lengket, mungkin pacaran.  Dia juga siap dengan serbuk.

“Para tetua tidak mau ada kejadian lagi.  Saya dengar cerita pertempuran di pantai sudah mirip perang walau antara tentara pengikut para tetua dengan geng narkoba,” tutur Elin.

“Waktu itu kami masih kecil-kecil belum bisa bertempur,” kata Ristia.

Alif menghitung dua belas di pihak koloni.  Kevin Christopher dan Reidhan Dwi Utama mungkin korban sipil anak para tetua atau yang bekerja di pihak mereka. Sementara ada lebih dari tiga puluh penyusup dimakamkan di tempat ini. Koloni masih memberi hormat pada mereka.  

Ditambah dengan makam di sebelah sana lima belas orang. Sebetulnya angka yang kecil secara militer untuk tiga pertempuran, termasuk yang menewaskan Kang Yunus.  Semua makam tanpa tahun, menjadikannya semakin misterius bagi Alif.

“Nah yang sebelah sana adalah makam mereka yang meninggal karena sakit dan sudah tua. Ada sembilan orang,” ujar Elin menunjuk deretan makam lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun