Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bandung Kota Kreatif, Pendidikan, Wisata dan Nyaris Menjadi Ibukota RI

1 Oktober 2016   16:20 Diperbarui: 1 Oktober 2016   22:24 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repro Pikiran Rakjyat 23 September 1957 (repro Irvan Sjafari)

Satu-satunya masalah menyangkut remaja di Bandung berkaitan dengan apa yang diungkap media massa sebagai geng sepeda motor yang membuat ulah negatif. Mekipun setelah 2010 geng motor mulai surut dan disebut bertransformasi menjadi ormas, tetapi keberadaan mereka menajdi fenomena menarik. Hingga saat ini saya tidak menemukan perspektif sejarahnya yang kuat [9].

Pada 1950-an memang ada klub vespa atau klub motor atau kerap melakukan touring (tur) atau mengadakan event. Tetapi apa berkaitan perlu penelitian lebih lanjut. Pada 1950-an ada kelompok crossboy atau cowboy yang menimbulkan masalah sosial. Tetapi kemunculan crossboy (bahkan crossgirl) juga terjadi di Jakarta dan juga di kota seperti Malang lebih dipicu oleh pengaruh film Hollywood seperit film James Dean berjudul “A Rebel without a Cause”. Sejak akhir 1957 keterlibatan aparat militer dengan cepat aksi kenakalan mereka. Tetapi apakah geng motor bentuk lain dari crossboy atau cowboy juga perlu kajian lebih lanjut

Saya menduga kalau sebetulnya munculnya geng motor itu semacam perlawanan terhadap kemapanan, mereka yang tidak punya saluran untuk berekspresi, protes terhadap marjinalisasi. Geng motor tampaknya lebih berakar pada persoalan sosial yang belum terungkap tuntas. Kajian terhadap struktur sosial geng motor bisa mengungkapkan apa yang menjadi masalah sekaligus mencari solusi yang bijak.

Bisa jadi berkaitan dengan perkembangan pariwisata di Bandung dan sekitarnya yang tidak memberi tempat bagi sebagian anak muda Bandung untuk leisure dan hang out. Geng Motor marak sejak 1980-an ketika arus wisatawan dari Jakarta mulai banyak dan apalagi dibuka jalur Cipularang yang membuat waktu tempuh Jakarta-Bandung hanya 2-3 jam. Setiap weekend jalan Setiabudhi macet karena mobil-mobil plat B memenuhi Lembang.

Persoalan lain akses pendidikan lebih banyak dinikmati warga kota Bandung (juga pendatang) dan apakah bisa diakses oleh warga yang tinggal dalam wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Harus diteliti secara sosiologi tingkat pendidikan anggota geng motor. Sebetulnya pemkot bisa mengakomodasi orang-orang yang punya hobi naik motor ini dengan mengadakan banyak event ketangkasan bermotor secara legal seperti pada 1950-an.

Di sisi lain sebetulnya terdapat perkumpulan motor di Bandung dan sekitarnya punya kegiatan kreatif mengikuti lomba drag dengan sponsor perusahaan besar. Bahkan perkumpulan motor itu ada yang mempunyai distro yang menjadi base camp. Sekali lagi jumlah anak muda yang terdidik tampaknya membuat perkumpulan motor menunjukkan wajah konstruktifnya.


Dinamisasi UKM di Bandung juga berkaitan dengan keberadaan para orang-orang produk perguruan tinggi ini. Kalau bisa diteliti lebih mendalam siapa yang menjadi pengusaha di kota Bandung terutama kalangan muda datang dari mereka yang berpendidikan perguruan tinggi, setidaknya pernah mengenyam pendidikan perguruan tinggi. 

Yang saya himpun untuk sebuah tulisan lain di Kompasiana tentang pengusaha muslimah di Kota Bandung ada 30 nama didata, hampir 80 persen mengakses pendidikan universitas. Begitu juga di luar kategori itu. Ketika lapangan kerja makin terbatas maka UKM yang menjadi katalisator atau pengaman dan sekali lagi kalangan terdidik di kota Bandung menjadi penyelamat.

Bukankah Ridwan Kamil didukung oleh kalangan terdidik dan dia sendiri adalah warga Bandung produk golongan terdidik tersebut? Golongan terdidik inilah menjadikan Bandung sebagai kota kreatif.

Kota Bandung dinamis menjadi kota kreatif dan menyenangkan karena digerakan oleh dua hal, yaitu perkembangan pariwisata dan kehidupan leisure keberadaan kalangan orang terdidik yang membuat UKM begitu kreatif, kegiatan musik berkembang, aktfitas kota begitu hidup. Tetapi di sisi lain pariwisata dan orang-orang terdidik ini juga punya potensi menghancurkan tatanan di kota Bandung. 

Mahalnya masuk Trans Studio –wahana semacam Taman Fantasi Ancol- dikeluhkan beberapa kawan yang tinggal di Bandung, begitu juga tiket masuk Tangkubanparahu lebih ditujukan untuk mengakomodasi wisatawan berduit dari Jakarta daripada orang Bandung sendiri. Taman-taman yang direvitalisasi seperti halnya alun-alun adalah jalan keluar yang bersifat sementara yang membuat Bandung dijuluki kota yang happy untuk berekreasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun