Mohon tunggu...
Yesaya Sihombing
Yesaya Sihombing Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Seumur Hidup

Membaca, mengamati, dan menulis beragam hal, mulai dari yang receh sampai yang seriyess

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Cegah Kekerasan Seksual pada Anak, Jangan Cuma Teriak di Medsos!

4 Agustus 2020   09:48 Diperbarui: 4 Agustus 2020   09:43 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus-kasus kekerasan seksual pada anak masih saja terjadi. Ada ayah yang tega memerkosa anak kandungnya di Mentawai, Sumatera Barat. Alasannya? Pelaku mengatakan wajah sang anak mirip ibunya. Udah gitu, ia mengaku melakukan perbuatan bejat tersebut atas dasar suka sama suka. Duh, Pak, sange mah sange aja keles, ga usah banyak alesan.

Selain itu ada kasus pencabulan seorang guru les musik terhadap 19 anak di Sukabumi. Lalu kasus guru les piano melecehkan muridnya di Bengkulu pada Februari lalu. Kemudian pada Januari 2020, ada kasus pelecehan seksual pada 12 siswi SD di Kecamatan Seyegan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) oleh guru (48).

Lagi, beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita mengenai pencabulan 305 anak oleh seorang warga negara Prancis. Dari 305 anak yang terdapat dalam video, baru 19 anak yang dikenali. Tersangka ditemukan mati bunuh diri di sel tahanan Polda Metro Jaya pada 12 Juli lalu.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebutkan pada 2019 ditemukan sebanyak 350 perkara kekerasan seksual pada anak. Ini menjadi peringatan serius bagi bangsa ini, bahwa kesangean semakin menjadi di mana-mana. Sayangnya, yang menjadi korban justru adalah anak.

Mengapa hal ini terus berulang terjadi? Bagaimana peran negara untuk melindungi anak-anak?

Sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1, definisi anak adalah : seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

Sedangkan menurut Kail, Robert V dalam Children and Their Development (6th Edition, 2011), tahapan perkembangan anak dapat dibagi menjadi bayi baru lahir (usia 0-4 minggu), bayi (usia 4 minggu - 1 tahun), balita (usia 1-3 tahun), anak prasekolah (usia 4-6 tahun), usia sekolah anak (usia 6-13 tahun), remaja (usia 13-19) (2011).

Di Indonesia, komitmen negara dalam melindungi anak tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. UU tersebut bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera (Pasa 2 ayat 2).

Di Pasal 13 ayat 1 dengan jelas dikatakan Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.

Udah jelas banget ada Undang-Undang yang melindungi anak. Namun, tetap saja kekerasan seksual terjadi di mana-mana. Padahal, kekerasan seksual yang dialami oleh anak dapat memberi dampak buruk bagi proses tumbuh kembang sang anak. Finkelhor dan Browne (Tower, 2002) mengkategorikan akibat kekerasan ini menjadi empat jenis :
1. Pengkhianatan (Betrayal).

Pengkhianatan ini berhubungan dengan lunturnya kepercayaan anak pada pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun