Jujur saja, saya sendiri jarang bertamu ke tetangga. Rumah depan? Paling tiga kali setahun. Tetangga kiri kanan? Paling banter saat lebaran.Â
Bahkan ada tetangga samping rumah yang belum pernah saya sambangi sama sekali. Dan sebaliknya, mereka pun jarang main ke rumah saya.
Bukan karena kami tidak peduli, tapi karena kesibukan kerja membuat kami saling sungkan. Di situlah ronda hadir, menjadi ruang temu yang alami.Â
Kami saling curhat, tentu dengan gaya bapak-bapak, dari urusan harga beras, politik, sampai kebijakan pemerintah yang ujung-ujungnya terasa di dapur rumah.
Pengabdian Kecil untuk Negeri
Ronda di kampung kami bukan sekadar nongkrong di pos sambil bercanda. Lebih dari itu, ini bentuk pengabdian kami pada negeri, menjaga keamanan dari lingkup terkecil, yaitu lingkungan RT.
Minggu lalu, ketua RW membagikan surat himbauan kamtibmas yang ditandatangani lurah, dengan tembusan sampai ke camat dan Polres Metro. Isinya jelas, aktifkan kembali siskamling. Himbauan ini muncul bukan tanpa alasan.
Kasus pencurian kendaraan bermotor di Metro sedang marak. Data BPS 2022 bahkan menempatkan Metro sebagai daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Lampung, 434 kasus per 100.000 penduduk.Â
Sementara laporan Lampungpro.co mencatat, sepanjang 2024 ada 602 kasus kejahatan konvensional di Metro, naik dari 522 kasus di 2023.Â
Dari jumlah itu, 449 kasus berhasil diungkap (75%), dengan 133 pelaku ditangkap. Termasuk di antaranya 30 kasus curanmor, 15 curat, 7 pencurian biasa, dan 5 curas.
Artinya, meski tampak tenang, Metro tetap rawan. Maka tidak heran kalau Polres mengajak warga memperkuat siskamling. Bagi saya, ini bukan sekadar formalitas. Siskamling yang tertib bisa jadi tameng sederhana untuk mencegah niat jahat.