Bapak-bapak kalau belum ikut ronda, rasanya belum sah jadi bapak-bapak sejati. Hehe.
Di kampung kami, pos ronda masih berdiri gagah di pertigaan strategis, jadi pusat cerita, canda, sekaligus penjaga rasa aman.
Buat saya yang jarang nongkrong, ronda jadi momen langka bertemu bapak-bapak lain selain saat rewang, rapat lingkungan, atau ketemu di masjid.
Apalagi jadwalnya diatur bijak oleh Pak RT, yang kerja Senin sampai Jumat biasanya kebagian akhir pekan. Saya? Dapat jatah malam Sabtu.
Dan percayalah, ronda itu bukan sekadar jaga malam. Ia jadi pelepas lelah, pereda stres, bahkan ruang berbagi cerita. Dari obrolan receh khas bapak-bapak sampai tawa renyah yang bikin malam lebih hangat, jadwal ronda selalu saya nantikan.
Coping Mechanism ala Bapak-Bapak
Kalau tahun 2024 sempat ramai cerita seorang mahasiswa ITB yang menjadikan aktivitas mencuci piring sebagai coping mechanism, maka di 2025 saya berani bilang, ronda adalah coping mechanism khas bapak-bapak.
Ada ritual ampir-ampiran yang terasa hangat. Biasanya bapak-bapak yang kebagian jadwal sama akan mampir ke rumah saya untuk berangkat bareng ke pos ronda.
Karena rumah saya dekat pos, mereka sering teriak-teriak memanggil nama saya. Rasanya persis seperti masa kecil dulu, dipanggil teman untuk main. Bedanya sekarang, mainnya ya ke pos ronda.
Isi obrolan di pos ronda? Jangan harap serius. Banyak banyolan receh, ngalor-ngidul tanpa arah. Tapi justru di situlah letak magisnya. Pos ronda berubah jadi ruang sosial, tempat melepas lelah, mempererat persaudaraan, dan menumbuhkan rasa kebersamaan di tingkat RT.
Jujur saja, saya sendiri jarang bertamu ke tetangga. Rumah depan? Paling tiga kali setahun. Tetangga kiri kanan? Paling banter saat lebaran.
Bahkan ada tetangga samping rumah yang belum pernah saya sambangi sama sekali. Dan sebaliknya, mereka pun jarang main ke rumah saya.
Bukan karena kami tidak peduli, tapi karena kesibukan kerja membuat kami saling sungkan. Di situlah ronda hadir, menjadi ruang temu yang alami.
Kami saling curhat, tentu dengan gaya bapak-bapak, dari urusan harga beras, politik, sampai kebijakan pemerintah yang ujung-ujungnya terasa di dapur rumah.
Pengabdian Kecil untuk Negeri
Ronda di kampung kami bukan sekadar nongkrong di pos sambil bercanda. Lebih dari itu, ini bentuk pengabdian kami pada negeri, menjaga keamanan dari lingkup terkecil, yaitu lingkungan RT.
Minggu lalu, ketua RW membagikan surat himbauan kamtibmas yang ditandatangani lurah, dengan tembusan sampai ke camat dan Polres Metro. Isinya jelas, aktifkan kembali siskamling. Himbauan ini muncul bukan tanpa alasan.
Kasus pencurian kendaraan bermotor di Metro sedang marak. Data BPS 2022 bahkan menempatkan Metro sebagai daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Lampung, 434 kasus per 100.000 penduduk.
Sementara laporan Lampungpro.co mencatat, sepanjang 2024 ada 602 kasus kejahatan konvensional di Metro, naik dari 522 kasus di 2023.
Dari jumlah itu, 449 kasus berhasil diungkap (75%), dengan 133 pelaku ditangkap. Termasuk di antaranya 30 kasus curanmor, 15 curat, 7 pencurian biasa, dan 5 curas.
Artinya, meski tampak tenang, Metro tetap rawan. Maka tidak heran kalau Polres mengajak warga memperkuat siskamling. Bagi saya, ini bukan sekadar formalitas. Siskamling yang tertib bisa jadi tameng sederhana untuk mencegah niat jahat.
Pernah ada kejadian konyol sekaligus memalukan di lingkungan kami. Seorang maling nekat menggondol TV dari rumah tetangga yang… ternyata anggota kepolisian! Apesnya, dia tidak tahu rumah siapa yang dimasuki. Untungnya tertangkap juga.
Tapi buat kami, bapak-bapak satu lingkungan, kejadian itu jadi tamparan. Rasanya aneh, rumah di kompleks yang ramai masih bisa kecolongan.
Karena itu, ronda bagi kami bukan hanya rutinitas, tapi komitmen kecil. Minimal, keberadaan bapak-bapak di pos bisa meredam niat orang-orang yang sedang mencari celah. Dan itu sudah cukup jadi alasan untuk tetap semangat jaga malam.
Gak Ronda, Gak Asyik
Kalau hari-hari terasa buntu, lelah, letih, coba deh ikut ronda sekali-kali. Bawa kopi atau gorengan, dijamin penat langsung hilang.
Tapi lebih dari sekadar hiburan, ronda itu kewajiban. Apalagi kalau di lingkungan sudah marak kehilangan motor atau pencurian. Ronda jadi semacam epic comeback bapak-bapak, dulu nongkrong di warung kopi, sekarang nongkrongnya di pos siskamling, sambil jaga kampung.
Jangan sampai absen, Pak. Kalau tidak ronda, bukan cuma dianggap “ansos”, tapi juga mengurangi rasa aman bersama. Kami tidak menuntut traktiran kopi atau gorengan dari bapak-bapak yang malas ronda, yang kami butuhkan sederhana saja, kehadiranmu. Karena dari situ rasa kebersamaan dan aman itu tumbuh.
Di tengah banyaknya kerusuhan di negeri ini, pos ronda adalah unit terkecil pertahanan negara. Meski tanpa pistol atau pentungan, cukup dengan tabuhan kentongan tong, tong, tong, kami, bapak-bapak di lingkungan, merasa ayem. Dan seluruh warga pun tahu, siskamling diaktifkan di kampung ini sedang on!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI