Mohon tunggu...
juniarman lawolo
juniarman lawolo Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sepak bola, musik, bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cermin yang Jujur, Tapi Tak Pernah Bicara

10 Juli 2025   14:45 Diperbarui: 10 Juli 2025   14:45 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Wanita sedang Bercermin (Sumber: Biara1)

Setiap hari kita bercermin, melihat apakah penampilan kita cukup baik untuk tampil di depan orang lain. Kita rapikan rambut, poles wajah dengan senyum, bahkan menutupi lelah dengan sedikit semangat buatan.

Namun tanpa sadar, di balik kebiasaan sederhana itu, cermin menjadi saksi yang paling jujur atas diri kita. Ia tidak pernah berbohong. Ia memantulkan apa adanya. Tapi meski jujur, cermin juga tak pernah bicara. Ia hanya diam, meski tahu isi hati kita yang paling dalam.

Pernahkah kamu berdiri di depan cermin dan merasa bahwa orang yang kamu lihat bukan lagi dirimu yang dulu? Matamu sama, bentuk wajahmu tak berubah, tapi ada yang berbeda. Seolah-olah di balik bayangan itu ada seseorang yang lelah, penuh tanya, dan tak tahu arah. Cermin mengembalikan semua itu dengan tenang. Ia tidak menyangkal, tidak membenarkan---hanya merefleksikan. Dan dari sana, lahirlah kejujuran yang kadang tak ingin kita akui: bahwa kita sedang tidak baik-baik saja.

Cermin tidak bisa berbicara, tapi dari diamnya kita bisa mendengar banyak. Kita mendengar kerinduan untuk dimengerti, kesedihan yang selama ini kita sembunyikan, dan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab tentang hidup yang kita jalani. Kita menatap diri sendiri dan bertanya: Apakah aku bahagia? Apakah aku benar-benar menjalani hidupku, atau hanya bertahan di dalamnya? Pertanyaan ini menggantung, dan cermin tetap diam. Tapi diamnya tidak hampa. Justru dari keheningan itu, kita mulai mendengar suara yang lebih penting---suara hati kita sendiri.

Kadang kita tidak butuh jawaban, hanya butuh keberanian untuk mengakui apa yang sedang kita rasakan. Dan cermin memberi ruang untuk itu. Ia tidak menilai, tidak menyuruh kita untuk kuat. Ia hanya ada, menemani kita menatap diri sendiri, hingga perlahan-lahan kita menerima dan memaafkan. Bahwa tidak apa-apa jika kita sedang terluka. Tidak apa-apa jika kita belum menemukan arah. Yang penting adalah kita jujur pada diri sendiri dan bersedia pulih secara perlahan.

Sering kali, kita terlalu sibuk merawat tampilan luar, sampai lupa bahwa yang perlu diperhatikan lebih dahulu adalah yang di dalam. Kita menambal wajah dengan riasan, tapi membiarkan hati penuh debu. Kita tersenyum di foto, tapi menangis diam-diam di kamar. Dan tak ada yang tahu. Kecuali cermin. Ia melihat segalanya, bahkan yang tidak kita sadari. Tapi ia tetap diam. Bukan karena tak peduli, tapi karena ia tahu: yang bisa menyembuhkan dirimu, hanyalah dirimu sendiri.

Kesimpulannya, dari cermin yang jujur tapi tak pernah bicara itu, kita belajar arti kejujuran yang sebenarnya. Bukan hanya soal tidak berbohong kepada orang lain, tapi lebih dari itu: berani menatap diri sendiri tanpa pura-pura. Mungkin itulah bentuk dari penyembuhan. Dari sanalah kita mulai benar-benar hidup, bukan hanya menjalani rutinitas. Karena untuk menemukan diri kita yang sesungguhnya, terkadang kita hanya perlu diam di depan cermin, dan mendengarkan apa yang tak bisa dikatakan. Kadang, kita tak butuh dunia untuk memahami, cukup satu momen jujur antara diri sendiri dan pantulan yang selalu setia menatap---meski tanpa suara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun