“Ayo Yah, kita segera naik dan masuk ke kereta api…”
“Iya tunggu, pintunya belum dibuka oleh bapak polsuska,” seru ayah sembari menjulurkan tangannya ke arah pintu yang sedang dijaga ketat oleh seorang Polsuska.
“Sebentar…kalau pintunya sudah terbuka, kita bisa jalan menuju pintu masuk kereta,” tukas sang ibu yang gemes melihat anaknya yang meronta ingin segera menaiki kereta.
Para calon penumpang baru diperbolehkan melewati pintu berpagar itu, saat kereta api sudah dirasa aman untuk dinaiki. Saat penumpang yang sedang turun dari kereta api, telah sepi menyebar menuju pintu keluar stasiun. Saat itulah, para calon penumpang langsung berhamburan memasuki pintu masuk gerbong. Senang, lega, bercampur tak karuan.
***
Kereta api Jenggala disebut juga kereta perintis. Bisa jadi, karena kereta api ini adalah yang pertama melintasi rute Sidoarjo Kota menuju Mojokerto melalui jalur lama Tulangan. Stasiun pertama setelah bertolak dari Sidoarjo Kota adalah Stasiun Tulangan. Jarak antara kedua stasiun ini terbentang sejauh kira-kira 7,6 km. Berikutnya, kereta api akan singgah di Stasiun Tarik, yang jaraknya sekira 14,9 km.
Sebelum merapat di Stasiun Tarik, dari balik jendela, kulihat ada percabangan rel. Percabangan rel itu mengarah ke Timur Laut. Pikiranku langsung dengan mudah menyimpulkan; itulah jalur kereta api yang terhubung langsung ke Surabaya, dengan terlebih dahulu melewati Kedinding, Krian, Boharan, Sepanjang, sebelum berakhir di Surabaya dengan beberapa stasiunnya.
Tak jauh dari percabangan rel, tibalah kereta api Jenggala di Stasiun Tarik. Stasiun ini, lazim kulihat. Dahulu saat beperjalanan kereta api dari Surabaya menuju Jombang, stasiun ini selalu tersinggahi. Bahkan kereta api berhenti selama beberapa menit sekadar menunggu kereta cepat dari arah berlawanan atau bahkan searah, untuk melintasi rel tersebut. Menghindari tabrakan. Sepanjang perjalanan dari Sidoarjo Kota hingga Tarik, pemandangan selalu sama; persawahan, ladang penduduk, maupun perkampungan. Itulah sisi kenikmatan berkendara kereta api.
Tak lama kereta api Jenggala berhenti di Stasiun Tarik. Lima menit, tak lebih. Lalu berputarlah roda-roda kereta menuju stasiun berikutnya, Mojokerto. Pelan-pelan masinis kereta memacu kecepatan keretanya. Sesekali bunyi kereta menghentak para penumpang di ruang dalam yang segerbong dengan ruang kemudi. Kali ini, kecepatan kereta tak secepat sebelumnya. Maklum, mungkin jarak antara Tarik dan Mojokerto yang tak terlampau jauh.
Di dalam gerbong, beberapa anak kecil ada yang berlarian kesana-kemari. Menikmati kenyamanan transportasi modern sekelas KA Jenggala. Tempat duduk yang berjumlah antara 64 hingga 70 kursi, tertata rapi dan bersih.
Sepanjang perjalanan, kereta api seperti mengenalkan belasan pedesaan dengan berbagai panorama alamnya. Dengan kecepatan sedang, kereta api perintis ini juga seperti sedang menapaktilasi jalur perlintasan kereta yang puluhan tahun mati suri.