Mohon tunggu...
Jumino windhandini
Jumino windhandini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang ingin selalu tersenyum hingga saatnya tiba

Seorang yang ingjn selalu tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkades Dalam Bingkai Pesta Calon, Gapit dan Dukun

20 Oktober 2018   17:53 Diperbarui: 20 Oktober 2018   17:59 2749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh salah satu tahapan Pilkades saat ini yaitu tahapan pengundian nomor urut calon

Cultur capital dalam bentuk celuk sebagai motivasi utama seorang berkontestasi dalam pilkades tergambar lewat istilah dari masyarakat yaitu "kalah beruk, menang celuk"  (imbalan uangnya kecil, tetapi banyak memperoleh panggilan, penghormatan, kewibawan). Sebuah penggilan, penghormatan, dan kewibawaan yang tidak berhenti digunakan hanya pada saat ketika masih menjabat tetapi panggilan juga masih disematkan setelah lengser dari jabatanya dengan memberi panggilan "pak manten".

Dalam rangka memenangkan kontestasi pilkades para calon sebenarnya sadar tentang pelanggaran politik uang yang mereka lakukan tetapi disisi lain para calon membutuhkan itu. Argumen yang dibangun atas sikap para calon yang demikian  adalah bahwa masyarakat sangat mengharapkan pemberian uang dari calon Kades. Pelaksanaan politik uang dengan berbagai penyebutan semisal uang transpot, pengganti upah menjadi sebuah keharusan. Ketiadaan politik uang  menyebabkan keengganan pemilih menggunakan hak pilih pada hari H karena memilih untuk bekerja.

Gapit 

Gapit merupakan mesin politik dalam perpolitikan ditingkat desa yang dibentuk dengan tujuan memenangkan kontestasi calon kepala desa. Saat ini istilah Gapit sering disamakan dengan tim sukses. Istilah dan kelembagaan per-gapit-an kemungkinan muncul bersamaan dengan penerapan model pemilihan kapala desa oleh masyarakat desa yaitu masa Thomas Stanford Rafles (1811-1816).

Keberadaan Gapit menjadi sebuah keharusan karena format pelaksaanaan pilkades tidak melibatkan unsur kepartaian secara formal sebagaimana dalam berbagai pemilihan umum lainya seperti pilkada, pileg maupun pilpres. Gapit menjadi mesin politik yang harus dibangun secara mandiri oleh calon Kades dengan memanfaatkan unsur unsur yang ada didalam masyarakat desa. Dan terkadang mesin mobilisasi pemilih yaitu Gapit, lebih menentukan kemenangan daripada sosok calon kepala desa.

Dalam proses memobilisasi pemilih, para Gapit melakukan beberapa pekerjaan sebagai makelar suara. Pekerjaan Gapit antara lain memetakan pemilih, membangun opini dimasyarakat, sebagai organisator pertemuan warga, membagikan uang atau materi kepada pemilih dan memastikan pemilih datang untuk mencoblos.

Kelembagaan Gapit berisisi orang orang dengan berbagai macam motivasi seperti gengsi, hubungan sosial maupun materi. Motivasi gengsi yaitu adanya kebanggaan sosial yang didapat ketika calon yang di gapit-i menang. Hal ini juga berarti bahwa pertarungan dalam pilkades tidak sebatas pada arena antar calon tetapi juga antar gengsi Gapit.  Motivasi hubungan sosial yaitu merujuk pada kesediaan seseorang menjadi gapit karena adanya kedekatan emosional, hubungan persaudaraan, hubungan kerja atau pertemanan.

Motivasi materi yaitu merujuk pada kesediaan seseorang menjadi Gapit karena berharap keuntungan materi yang akan didapat. Sebuah jabatan kepala desa memang layak untuk diperebutkan dan diperjuangakan karena merupakan jabatan yang mampu memberikan akses secara ekonomi (misal : bengkok), sosial (misal : jabatan) maupun politik (misal : pengaruh). Hubungan interaksi para gapit dengan calon berlanjut ketika calon yang digapiti pada akhirnya keluar sebagai pemenang dalam kontestasi pilkades. Hubungan interaksi antara gapit dengan  kepala desa mengarah pada pembentukan struktur baru seperti dalam struktur pemerintahan, wacana yang dibangun, fasilitas, aset serta legitimasi desa. Perubahan struktur ini biasanya hanya dilandasi dan bermotifkan materi atau ekonomi antara gapit dengan kepala desa.

Dukun 

Dukun atau sering disebut orang pintar merupakan sebuah fenomena dalam pilkades atau mungkin juga dalam berbagai pemilu lainya. Dalam pilkades, informasi bahwa mereka menggunakan jasa dukun sangat ditutupi rapat rapat oleh  para calon maupun para gapit (tim sukses). Mereka menutup rapat informasi tersebut terkait dengan menjaga persepsi dan citra. Takut bahwa calon akan mendapat cap syirik, tidak percaya diri, dan dikendalikan oleh sesuatu yang irasional. Walaupun sebenarnya, menyembunyikan praktek perdukunanya tidak berarti bahwa proses ini tidak bisa ditelusuri.

Penggunaan jasa dukun oleh para calon dalam pilkades umumnya bertujuan untuk memenangkan kontestasi. Praktek dukun semisal dalam bentuk prediksi kemenangan didasarkan pada petungan (ilmu primbon), penerawangan si dukun, tafsir mimpi, pulung, kokok ayam jantan menjelang pemilihan dan berbagai bentuk lainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun