Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasyd Ridho, Anak Kampung yang Sempat Menjadi Kapolda Lampung

2 September 2018   16:05 Diperbarui: 5 September 2018   07:06 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak jarang apa yang diterima oleh Rasyid tidak sesuai dengan permintaannya. Namun, dia berusaha untuk menerimanya dengan ihlas, karena dia menyadari kondisi orangtuanya yang memang terbatas. Berbeda dengan salah seorang kakaknya. Jika permintaannya kurang, dia protes dan tidak terima, sehingga suasana kadang menjadi ramai.

ORANGTUA BERPIKIRAN MAJU

Beruntung orangtua Rasyid tergolong orang yang berpandangan maju. Ketika masih banyak orang di kampungnya yang berpikiran sempit, dia justru sebaliknya. Orang kampungnya rata-rata jarang yang menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi. Mereka beranggapan untuk apa memaksakan diri menyekolahkan anak kalau kondisi ekonomi tidak mampu. Hal ini berbalik dengan pemikiran orangtua Rasyid. Dia justru berpikir, apapun akan dilakukannya demi sekolah anak-anaknya. Tidak mampu pun dia rela berhutang, yang penting anak-anaknya bisa maju sekolahnya.

"Sudahlah, jangan menyekolahkan anak kalau tidak ada uang," ujar teman-teman orangtua Rasyid yang tidak setuju dengan pendapatnya. Mereka beranggapan memaksakan diri menyekolahkan anak dalam kondisi ekonomi pas-pasan sama saja dengan kesia-siaan.

Anehnya lagi, ketika orangtuanya sukses menyekolahkan anak-anaknya dan banyak yang sudah sukses, tetap saja ada pendapat miring dari mereka. "Habis tanah dan ladang dijual, makanya bisa jadi orang," kata mereka. Jadi semua serba salah, tidak ada yang benar.

"Kejelekan orang-orang kami dulu di kampung, makanya jangan ditiru. Kalau tidak bisa membantu, ya jangan mencela. Misalnya ada teman yang sukses, ya kita dekati saja, jangan dicemburui, apalagi difitnah. Kalau ada teman yang susah dan perlu bantuan, ya kita bantu. Jadi, jangan senang melihat orang susah atau susah melihat orang lain senang," kata Rasyid sedikit berfilosofi.

Ada kebiasaan orangtua Rasyid yang sangat menarik. Setiap akhir semester, ketika anak-anaknya akan mengikuti ulangan umum atau ujian, biasanya orangtuanya mengundang tetangganya ke rumah dan membuat acara pengajian. Mereka membaca Surat Yasin dan ikut mendoakan anak-anaknya yang sedang ujian. Kebiasaan ini selalu dilakukan orangtuanya sampai semua anak-anaknya lulus ujian.

KEHIDUPAN DI KAMPUNG YANG SEDERHANA

Rasyid dibesarkan di sebuah kampung kecil di Pulau Sumatera yang tidak begitu dikenal luas. Masa kecilnya dihabiskan dengan bermain dengan teman sebayanya. Kalau mau mandi, biasanya pergi ke sungai yang letaknya tidak jauh dari kampungnya.

Rata-rata penduduk kampungnya bermata pencarian dengan bercocok tanam. Sebagian lagi berdagang kecil-kecilan. Kalau ada penduduk yang punya warung agak lengkap, itu sudah termasuk hebat dan bisa dibilang orang kaya di kampungnya.

Orang kampung jarang sekali bepergian ke kota. Kalau mau belanja ke pasar, tempatnya jauh di kota, sehingga mereka jarang sekali mereka pergi ke kota, kecuali kalau memang dianggap ada keperluan penting. Biasanya kebutuhan sehari-hari dipenuhi ketika ada pasar kaget mingguan yang biasa disebut 'kalangan'. Nah, di pasar kaget inilah penduduk kampung yang ada di sekitarnya berbelanja semua kebutuhan mereka selama satu minggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun