Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan "Sepelekan" Rastra

8 Juni 2017   16:15 Diperbarui: 8 Juni 2017   19:09 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

6. Apakah Mentan lupa bahwa 80% inflasi di perdesaan berasal dari sumbangan golongan bahan makanan?

Menurut Prof. Bustanul Arifin Ekonom Senior INDEF, fakta teoretis dan empiris ekonomi menunjukkan bahwa pengendalian laju inflasi dari sisi penawaran sangat berhubungan dengan sistem produksi pangan yang rentan terhadap iklim, antara lain manajemen stok dan gangguan produksi usaha tani (www.kompas.com). Artinya apa? Tahun ini merupakan tahun di mana kelembapan dan curah hujan tinggi. Sehingga produksi akan terganggu, maka agar inflasi tidak meluas dan masyarakat bawah daya belinya tidak semakin turun, diperlukan subsidi pangan langsung seperti rastra sebagai jaring pengaman.

Bagi negara berkembang Indonesia, pasar produk makanan (pangan) merupakan salah satu pasar barang yang memegang peran kunci dalam penentuan laju inflasi. Pada periode 2002-2007, rata-rata kontribusi kelompok makanan terhadap laju inflasi mencapai lebih dari 50% (Bank Indonesia, 2007). Beras memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap laju inflasi di Indonesia sebesar 24 persen dan 45 persen dari total food intake atau sekitar 80 persen dari sumber karbohidrat utama. (BPS, 2012).

Dari sejumlah fakta-fakta di atas, apakah kita tetap meragukan BPS yang merupakan lembaga resmi statistik yang diakui oleh pemerintah? Kalau kita meragukan kebenarannya, ingatkah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu sempat menegur dan mengingatkan beberapa kementerian agar tidak mengeluarkan banyak data, cukup data dari BPS sebagai acuan. Apakah kebenaran ini yang mau kita dustakan?

Apakah gara-gara dengan menghemat anggaran 2,9 Triliun sehingga pemerintah mau mengabaikan fakta di atas serta sejarah yang pernah terjadi? Tidak cukupkah Uni Sovyet yang tercerai-berai karena kekurangan pangan menjadi bukti? Tidak ingatkah kita Tritura yang didengung-dengungkan rakyat pada tahun 1966? Lupakah kita dengan krisis moneter dibarengi dengan krisis pangan 1997 yang melanda negeri ini hingga melengserkan kekuasaan menjadi bukti juga?

Buat apa menghemat uang Rp 2,9 Triliun jika nantinya kita mengorbankan hal-hal yang lebih besar daripada itu, yang nilainya justru mungkin melebihi 2,9 Triliun.


Pepatah bijak mengatakan "penyesalan datang belakangan" dan lagi-lagi dengan tidak bosannya saya mengatakan sekaligus mengingatkan pesan Bapak Proklamator kita, seorang Pancasila sejati yang merumuskan sila kelima keadilan sosial serta pasal 33 UUD 1945 "Jas Merah" jangan sekali-kali melupakan sejarah, pengalaman adalah guru yang terbaik.

*) Julkhaidar Romadhon

*) Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya

   Ketua Alumni Pasca Sarjana Agribisnis Universitas Sriwijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun