"Pak Arif," kata polisi itu, pelan namun tegas. "Kami menemukan sidik jari Anda di semua lokasi. Darah Anda di pakaian korban terakhir. Dan semua korban tinggal tak jauh dari rumah Anda."
"Aku tidak ingat..."
"Beberapa saksi melihat Anda berada di sekitar tempat kejadian, tengah malam, berbicara sendiri."
Aku mematung.
Tiba-tiba semua suara yang menghantuiku menjadi bisu. Rumah jadi sunyi. Terlalu sunyi.
Aku tertawa kecil. Lalu menangis.
"Aku hanya ingin mereka pergi... aku tidak tahu mereka itu nyata atau... aku..."
Polisi memborgol tanganku perlahan. Mereka tidak berkata apa-apa. Aku digiring ke mobil patroli, lewat jalanan sepi.
Dari jendela mobil, aku melihat perempuan rusak itu berdiri di depan rumah. Kali ini dia tersenyum.
Dan aku akhirnya mengerti.
Aku bukan korban. Aku adalah hantu bagi mereka.