Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gara-gara MBG, Daftar Jajan Anak di Waktu Istirahat Langsung Terselamatkan

16 Oktober 2025   12:30 Diperbarui: 16 Oktober 2025   12:30 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlihat sejumlah siswa sedang jajan di kantin sekolah. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif pemerintah yang tujuannya mulia: memastikan setiap anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang cukup selama jam belajar. Awalnya, program ini diluncurkan di beberapa sekolah sebagai uji coba, dan respon dari berbagai pihak sangat positif. Fokus utama MBG tentu saja pada kualitas makanan; setiap menu disusun agar seimbang dan memenuhi kebutuhan energi harian siswa.

Sejak pertengahan Agustus, salah satu unit pendidikan menengah di bawah naungan Yayasan Al Ghifari yaitu SMK Plus Al Ghifari mulai menerima program ini. Ini adalah berita baik bagi seluruh warga sekolah, terutama para siswa. Mereka tidak perlu lagi khawatir kelaparan atau harus puas dengan bekal seadanya. Kenyamanan ini terasa sejak bel istirahat berbunyi.

Sebagai pengajar di unit SD yang berada di bawah naungan yayasan yang sama, saya berkesempatan mengikuti perkembangan program ini dari dekat. Tidak ada kabar miring yang terdengar. Tidak ada isu keracunan atau keterlambatan pengiriman makanan, sebuah bukti bahwa pelaksanaan MBG di tingkat sekolah berjalan mulus dan dikelola dengan profesional.

Bahkan, ada cerita unik yang muncul bukan dari sisi gizi, melainkan dari sisi ekonomi rumah tangga. Program MBG ternyata memiliki dampak samping yang tidak terduga, yaitu mengubah drastis cara siswa menggunakan uang saku harian mereka.

Perubahan ini bukan hanya soal siswa yang berhenti jajan, melainkan tentang bagaimana seluruh ekosistem keuangan mikro anak di sekolah mulai bergeser ke arah yang lebih positif. Pergeseran ini menjadi menarik untuk disimak lebih lanjut.

Uang Jajan MBG: Dari Konsumsi Menuju Tabungan

Cerita perubahan ini bermula saat saya mengunjungi kampus unit pendidikan menengah tersebut di Jalan Inspeksi Pengairan No. 23 Arcamanik, Bandung. Saya berkesempatan mengobrol santai dengan salah seorang wali murid dari siswa kelas X. Percakapan kami langsung mengarah pada topik hangat: MBG.

Saya memulai percakapan dengan pertanyaan yang logis: "Apakah Ibu masih memberikan uang jajan untuk putra Ibu? Karena sekarang kan sudah dapat MBG, jadi seharusnya tidak perlu jajan lagi, ya?"

Jawaban dari wali murid tersebut cukup mengejutkan sekaligus inspiratif. Ia mengaku tetap memberikan uang jajan kepada putranya. Jumlahnya pun tidak berkurang dari biasanya, yaitu antara Rp10.000 hingga Rp15.000 per hari, dengan frekuensi yang lebih sering di angka Rp15.000.

Namun, ia menjelaskan adanya perbedaan besar. Sebelum ada MBG, uang Rp15.000 itu hampir selalu habis di kantin sekolah. Anaknya biasanya membeli berbagai macam makanan ringan atau minuman tambahan saat jam istirahat.

Sejak program MBG berjalan pada bulan Agustus, cerita berubah total. Sang ibu mengatakan, uang jajan MBG yang Rp15.000 itu kini bisa lebih dihemat. Ini bukan berarti anaknya sama sekali tidak jajan, tetapi intensitas dan jumlah jajanan yang dibeli jauh berkurang.

Perubahan terbesar terjadi pada tujuan penggunaan uang tersebut. Sang ibu menceritakan bahwa putranya kini tidak menghabiskan uang Rp15.000 itu untuk jajan. Sebaliknya, uang tersebut kini diarahkan untuk ditabung.

Anaknya melaporkan langsung kepada orang tuanya bahwa karena perutnya sudah kenyang setelah makan siang yang bergizi dari sekolah, godaan untuk membeli camilan atau makanan berat tambahan saat istirahat menjadi sangat minim.

Fokus pengeluaran pun bergeser. Jika dulu uang jajan digunakan untuk memenuhi rasa lapar atau sekadar ikut-ikutan teman, kini uang itu menjadi modal awal untuk belajar menabung. Inilah yang saya sebut sebagai efek samping positif dari program MBG.

Fenomena ini menunjukkan bahwa MBG tidak hanya sekadar program gizi, tetapi juga menjadi alat edukasi finansial yang efektif di lingkungan sekolah. Siswa belajar membuat skala prioritas: mana kebutuhan (makan siang sudah terjamin) dan mana keinginan (jajan tambahan).

Manfaat Ganda: Sehat Gizi, Sehat Dompet

Dampak positif dari perubahan kebiasaan ini dirasakan oleh berbagai pihak. Bagi siswa, mereka mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama, tubuh lebih sehat karena asupan gizi harian terjamin dengan menu MBG yang sudah dihitung oleh ahli gizi. Kedua, dompet mereka menjadi lebih "sehat" karena uang saku harian tidak lagi tergerus untuk pembelian impulsif di kantin.

Bagi orang tua, program ini memberikan ketenangan ganda. Mereka tenang karena tahu anaknya makan bergizi di sekolah tanpa harus repot menyiapkan bekal, dan mereka juga tenang karena melihat anaknya mulai belajar mengelola uang dengan bijak. Pemberian uang jajan Rp15.000 itu kini bukan lagi sebagai dana konsumsi, melainkan dana investasi kecil untuk masa depan anak.

Cerita dari wali murid ini menjadi bukti nyata bahwa Program Makan Bergizi Gratis memiliki dimensi yang jauh lebih luas daripada sekadar pemenuhan kalori. Ia menanamkan kebiasaan baik: kedisiplinan finansial, pengendalian diri, dan kesadaran untuk menabung.

Orang tua siswa tersebut juga merasa bangga. Ia tidak perlu lagi repot-repot menasihati anaknya untuk berhemat. Perubahan itu terjadi secara alami, didorong oleh kondisi fisik (perut kenyang) yang menghilangkan motif untuk jajan.

Program MBG ini benar-benar memicu revolusi kecil dalam kebiasaan anak. Waktu istirahat yang tadinya identik dengan antrian di kantin dan transaksi cepat kini berpotensi menjadi waktu untuk bersosialisasi dan, yang terpenting, menyisihkan sisa uang saku harian.

Inilah mengapa "daftar jajan" anak di waktu istirahat langsung terselamatkan. Uang itu tidak hilang, melainkan dialihkan dari kantong pedagang jajan ke dalam celengan pribadi siswa. Sebuah perubahan yang patut dicontoh.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan di sekolah tersebut telah berjalan lancar tanpa kendala operasional. Namun, dampak paling menarik dari program ini adalah munculnya kesadaran finansial pada diri siswa. Melalui MBG, uang jajan yang tadinya habis untuk konsumsi harian kini diselamatkan dan dialihkan menjadi tabungan. 

Cerita tentang uang jajan MBG yang utuh dan berubah menjadi dana tabungan ini membuktikan bahwa program gizi pemerintah mampu memberikan manfaat ganda, yaitu menciptakan generasi yang sehat secara fisik sekaligus cerdas dalam mengelola keuangan pribadi sejak dini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun