Istri saya sempat heran, "Kok, tiba-tiba mau beli Noga sebanyak ini?" Saya hanya tersenyum dan menjawab, "Ini bukan hanya jajanan, ini masa kecil Bapak."Â
Istri saya mengerti, karena dia tahu betapa saya suka bercerita tentang jajanan legendaris ini.
Saya tidak membeli satu, melainkan dua toples sekaligus. Harganya sangat terjangkau, bahkan rasanya tidak sebanding dengan nilai kenangan yang terkandung di dalamnya.Â
Pemilik warung tampak senang melihat saya begitu antusias. Mungkin dia jarang melihat pembeli yang sebahagia itu hanya karena Noga Kacang.
Setelah membayar, saya bawa dua toples itu ke mobil. Anak saya langsung penasaran, dia membuka toples dan mengambil satu potong.Â
Gigitan pertamanya diikuti dengan ekspresi kaget. "Pak, ini enak sekali! Kacangnya banyak!" katanya.
Saya tersenyum puas. Ternyata, rasa yang saya cintai sejak kecil juga bisa dinikmati oleh generasi baru.
Noga Kacang sebagai Jembatan Generasi
Di dalam mobil, kami berbagi Noga Kacang. Saya bercerita kepada anak saya tentang masa lalu, tentang bagaimana saya sering memakannya bersama orang tua saya dulu.Â
Saya ceritakan betapa langkanya jajanan ini di kota besar, dan betapa beruntungnya kami bisa menemukannya di perjalanan ini.
Anak saya mendengarkan dengan seksama sambil terus mengunyah. Saya melihat ada rasa penasaran di matanya.Â