Saat itu, saya hanya bisa mengandalkan diri sendiri dan Sang Maha Pencipta. Saya tidak memiliki privilege untuk bisa les, bimbingan belajar, atau mendapatkan buku-buku mahal. Semua harus saya usahakan dengan keringat sendiri.Â
Pagi hari saya sekolah, sore hari saya membantu orang tua, dan malamnya saya belajar dengan penerangan seadanya. Kadang saya merasa lelah dan putus asa, tapi setiap kali saya hampir menyerah, saya selalu teringat perkataan ibu, "Nak, jangan pernah takut bermimpi. Allah itu Maha Melihat, dan doa ayah-ibu selalu bersamamu."
Perkataan itu bukan sekadar kalimat hiburan. Itu adalah suntikan energi yang membuat saya bangkit. Saya jadi tahu bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk diri saya sendiri, melainkan juga untuk membahagiakan orang tua saya, untuk membalas semua kebaikan dan pengorbanan mereka.Â
Saya berjuang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Masuk ke universitas adalah mimpi yang terasa mustahil. Tapi dengan bekal tekad dan doa, saya mencoba. Prosesnya tidak mudah. Ada keraguan dari banyak orang, bahkan kadang dari diri sendiri.Â
Namun, saya terus melangkah. Pada akhirnya, saya berhasil lolos seleksi. Momen saat saya membaca pengumuman kelulusan itu adalah "One in a Million Moment" yang pertama. Air mata saya tumpah. Saya tahu, ini adalah hasil dari doa yang tak pernah putus.
Selama kuliah, tantangan tidak lantas hilang. Saya harus bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya rela melakukan pekerjaan apa saja, asalkan halal. Dari menjadi tukang kebersihan sekolah di warung, membantu fotokopi, hingga menjadi les ke rumah-rumah, semua saya jalani dengan ikhlas.Â
Saya tidak merasa malu, justru bangga. Karena setiap pekerjaan itu adalah bagian dari perjuangan saya, bagian dari cerita hidup yang akan saya ceritakan suatu hari nanti.
Membangun Keluarga dan Masa Depan
Setelah lulus kuliah, saya kembali ke desa. Banyak teman yang merantau ke kota, tapi saya merasa terpanggil untuk tetap di sini. Desa ini adalah tempat saya berasal, tempat orang tua saya berjuang.Â
Saya ingin membangun masa depan saya di sini. Saya memulai karier dari bawah, dengan modal seadanya dan pengalaman yang terbatas. Tapi saya yakin, dengan doa, kerja keras, dan restu orang tua, semua akan berhasil.
Saya bertemu dengan pasangan hidup saya, dan kami memutuskan untuk membangun keluarga di desa ini. Kami membangun rumah kami sendiri, sedikit demi sedikit. Dari modal tabungan yang tidak seberapa, kami mulai membangun pondasi.Â