Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kota Ideal dan Realitas Pekerja: Perspektif Baru Terhadap Pekerja Informal Drainase

17 Juli 2025   11:10 Diperbarui: 17 Juli 2025   11:10 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja saluran drainase di Jalan Cisaranten Kulon, Arcamanik Kota Bandung sedang mengeruk lumpur dan sampah, Kamis (17/7/2025). | Dok. Pribadi/Jujun 

Hidup sebagai pekerja informal drainase penuh dengan tantangan. Pertama, adalah masalah penghasilan yang tidak stabil. Karena status kontrak harian atau proyek, mereka tidak punya penghasilan tetap setiap bulan. Jika ada banjir besar, mungkin mereka akan kebanjiran pekerjaan, tapi di hari-hari biasa, pekerjaan bisa jadi sangat jarang. Ini membuat mereka sulit merencanakan keuangan, apalagi menabung untuk masa depan.

Kemudian, ada masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Seperti yang sudah disebutkan, mereka bekerja di lingkungan yang sangat kotor dan berbahaya. Paparan limbah, bakteri, dan risiko kecelakaan sangat tinggi. Namun, mereka seringkali tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang memadai, seperti sarung tangan, sepatu bot, atau masker. Bahkan jika ada, kualitasnya mungkin tidak standar. Ditambah lagi, mereka jarang sekali memiliki asuransi kesehatan atau jaminan sosial. Jika sakit atau cedera saat bekerja, biaya pengobatan harus ditanggung sendiri.

Tantangan lain adalah pengakuan dan martabat. Pekerjaan mereka seringkali dipandang rendah oleh masyarakat. Ada stigma bahwa pekerjaan ini adalah untuk orang-orang yang tidak punya pilihan lain. Padahal, tanpa mereka, kota akan lumpuh. Kurangnya pengakuan ini bisa menurunkan semangat mereka dan membuat mereka merasa tidak dihargai. Mereka melakukan pekerjaan yang esensial, namun jarang sekali mendapatkan pujian atau apresiasi publik.

Selain itu, akses terhadap pelatihan dan pengembangan diri juga sangat minim. Mereka belajar dari pengalaman di lapangan, tapi jarang mendapatkan pelatihan resmi tentang teknik pembersihan yang lebih aman atau efisien. Jika ada kesempatan untuk meningkatkan keterampilan, ini bisa membuka peluang kerja yang lebih baik di masa depan, bahkan mungkin bisa masuk ke sektor formal.

Penting juga untuk membahas kondisi kerja yang tidak standar. Jam kerja yang tidak teratur, tidak adanya istirahat yang layak, atau fasilitas dasar seperti air bersih untuk membersihkan diri setelah bekerja, seringkali tidak tersedia. Mereka bekerja di bawah kondisi yang jauh dari ideal, namun terus berjuang demi keluarga mereka.

Semua tantangan ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mengubah cara pandang kita terhadap mereka. Mereka bukan sekadar "tukang got," melainkan bagian vital dari infrastruktur kota. Memberi perspektif baru berarti mulai memikirkan bagaimana kota dapat memastikan mereka bekerja dengan aman, sehat, dan bermartabat.

Membangun Kota Ideal yang Inklusif: Perspektif Baru

Membangun kota ideal tidak hanya tentang infrastruktur fisik yang megah, tapi juga tentang bagaimana kota itu merawat warganya, termasuk mereka yang berada di lini terdepan pekerjaan kotor. Perspektif baru kita harus mencakup kesadaran bahwa kesejahteraan pekerja informal drainase adalah bagian tak terpisahkan dari kesejahteraan kota secara keseluruhan.

Pertama, pemerintah kota atau pihak terkait perlu memikirkan ulang status kontrak mereka. Mengubah mereka dari pekerja harian atau proyek menjadi pekerja dengan kontrak yang lebih jelas dan stabil bisa memberikan jaminan penghasilan dan keamanan kerja. Bahkan jika tidak bisa langsung menjadi pegawai tetap, setidaknya ada sistem kontrak yang memberikan hak-hak dasar, seperti jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja.

Kedua, penyediaan alat pelindung diri (APD) yang layak dan pelatihan keselamatan kerja harus menjadi prioritas. Investasi pada APD berkualitas tinggi dan pelatihan rutin tentang prosedur keselamatan dapat mengurangi risiko penyakit dan cedera secara signifikan. Ini adalah investasi kecil dibandingkan dampak besar yang bisa ditimbulkan jika mereka sakit atau celaka.

Ketiga, pengakuan dan apresiasi publik sangat penting. Masyarakat perlu diajak untuk lebih menghargai pekerjaan mereka. Kampanye kesadaran, penghargaan, atau bahkan hanya ucapan terima kasih sederhana bisa mengangkat martabat mereka. Mengubah stigma negatif menjadi apresiasi positif adalah bagian dari perspektif baru ini. Kita perlu melihat mereka sebagai pahlawan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun