Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menumbuhkan Budaya Apresiasi Tanpa Pemborosan Melalui Perpisahan dan Wisuda Sekolah

1 Mei 2025   06:23 Diperbarui: 1 Mei 2025   06:23 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fotografer mengarahkan anak TK Kuncup Pertiwi di sela acara "wisuda", di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (19/6/2023). | KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Setiap akhir tahun ajaran, kalender pendidikan diwarnai dengan agenda perpisahan dan wisuda sekolah. Momen ini secara tradisional dipandang sebagai puncak perayaan atas selesainya satu jenjang pendidikan. 

Bagi para siswa, ini adalah penanda transisi penting, bagi orang tua, sebuah kebanggaan, dan bagi sekolah, simbol keberhasilan dalam mendidik generasi penerus bangsa. 

Namun, belakangan ini, gaung perayaan tersebut seringkali dibayangi oleh isu pembiayaan yang memberatkan, memicu perdebatan sengit mengenai esensi dan pelaksanaannya.

Fenomena perpisahaen dan wisuda yang cenderung mewah, diselenggarakan di luar lingkungan sekolah dengan biaya fantastis, telah menjadi sorotan publik. 

Kerap kali, kegiatan ini dipandang sebagai ajang pamer kemewahan ketimbang ungkapan syukur dan apresiasi tulus. 

Beban finansial yang ditanggung orang tua, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak merata, menimbulkan keresahan dan bahkan penolakan terhadap praktik semacam ini, mempertanyakan kembali tujuan sebenarnya dari acara-acara tersebut.

Pemerintah melalui dinas pendidikan di berbagai daerah mulai merespons keresahan ini dengan mengeluarkan kebijakan yang melarang atau membatasi kegiatan perpisahan dan wisuda di luar sekolah jika memberatkan. 

Kebijakan ini bertujuan mulia, yakni untuk mengembalikan fitrah perpisahan dan wisuda sekolah sebagai momen apresiasi dan kenangan, bukan kompetisi pengeluaran. 

Langkah ini disambut baik oleh sebagian kalangan, namun menimbulkan kebingungan dan kekecewaan di kalangan lainnya yang telah terlanjur menganggap acara mewah sebagai suatu 'keharusan'.

Kebingungan dan potensi kesalahpahaman ini menunjukkan betapa krusialnya peran komunikasi dan sosialisasi kebijakan. 

Sebuah kebijakan, betapapun baik tujuannya di atas kertas, tidak akan efektif jika tidak tersampaikan dan dipahami dengan baik oleh semua pihak yang berkepentingan, sekolah, guru, siswa, dan terutama orang tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun