Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Upah Layak dan Jaminan Sosial, Ekonomi Kuat atau Sekadar Mimpi Buruh?

30 April 2025   17:57 Diperbarui: 30 April 2025   17:57 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuan buruh linting tembakau menyelesaikan rokok sigaret kretek tangan di sebuah pabrik rokok di Cepiring, Kendal, Jateng. | KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Setiap tanggal 1 Mei, dunia serentak memperingati Hari Buruh Internasional, sebuah momen yang didedikasikan untuk menghormati kontribusi tak ternilai para pekerja di seluruh penjuru bumi. Lebih dari sekadar tanggal merah dalam kalender, Hari Buruh adalah pengingat kolektif akan sejarah panjang perjuangan untuk hak-hak pekerja, kondisi kerja yang adil, dan martabat kemanusiaan di tempat kerja. Ini adalah hari untuk merefleksikan sejauh mana kita telah melangkah dan seberapa jauh lagi perjalanan yang harus ditempuh dalam mewujudkan dunia kerja yang ideal.

Di tengah perayaan dan tuntutan yang kerap mengiringi Hari Buruh, muncul sebuah pertanyaan mendasar yang terus relevan, apakah upah yang layak dan jaminan sosial yang memadai bagi buruh sesungguhnya merupakan kunci untuk membangun ekonomi bangsa yang kuat, ataukah itu hanyalah sekadar mimpi indah yang sulit digapai dalam realitas persaingan global saat ini? Pertanyaan ini membelah pandangan, memunculkan argumen dari berbagai pihak, dan menjadi inti dari diskusi krusial tentang masa depan ketenagakerjaan dan pembangunan ekonomi.

Secara historis, gerakan buruh lahir dari kondisi kerja yang eksploitatif dan upah yang sangat rendah, memaksa para pekerja di berbagai negara untuk bersatu dan menyuarakan tuntutan mereka. Perjuangan ini tidak mudah, seringkali diwarnai dengan konfrontasi dan pengorbanan. Namun, berkat keteguhan dan solidaritas, perlahan namun pasti, hak-hak mendasar seperti jam kerja yang wajar, keselamatan kerja, dan hak berserikat mulai diakui dan diperjuangkan di tingkat global.

Dalam narasi ideal pembangunan ekonomi, kesejahteraan pekerja seringkali ditempatkan sebagai elemen sentral. Argumentasinya cukup lugas, buruh yang mendapatkan upah layak memiliki daya beli yang lebih tinggi. Peningkatan daya beli ini secara langsung akan menggerakkan roda perekonomian domestik melalui konsumsi barang dan jasa, menciptakan permintaan yang pada gilirannya mendorong produksi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Lebih lanjut, upah yang layak dan jaminan sosial yang komprehensif, seperti akses terhadap layanan kesehatan berkualitas dan jaminan pensiun, memberikan rasa aman dan stabilitas bagi para pekerja. Ketika kekhawatiran finansial terkait kesehatan atau masa tua berkurang, pekerja dapat lebih fokus, termotivasi, dan pada akhirnya menjadi lebih produktif di tempat kerja. Produktivitas yang meningkat secara agregat tentu akan berkontribusi signifikan terhadap kinerja ekonomi nasional.

Selain itu, pekerja yang sehat secara fisik dan mental, yang didukung oleh jaminan sosial yang baik, cenderung memiliki tingkat absensi yang lebih rendah dan loyalitas yang lebih tinggi terhadap perusahaan. Hal ini mengurangi biaya operasional perusahaan yang terkait dengan sakit atau pergantian karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif dan kolaboratif. Ini adalah lingkaran positif yang saling menguatkan antara kesejahteraan buruh dan efisiensi ekonomi.

Tidak hanya pada tingkat mikro, jaminan sosial yang kuat juga berperan sebagai jaring pengaman sosial di tingkat makro. Ketika pekerja dan keluarganya terlindungi dari risiko-risiko kehidupan seperti sakit, kecelakaan kerja, atau kehilangan pekerjaan, beban sosial dan ekonomi negara secara keseluruhan dapat berkurang. Stabilitas sosial ini merupakan prasyapenting bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Namun, di sisi lain, pandangan skeptis muncul, mempertanyakan apakah idealisme upah layak dan jaminan sosial yang memadai benar-benar bisa terwujud di tengah realitas ekonomi yang penuh tantangan. Bagi sebagian pengusaha, terutama di sektor padat karya atau industri yang sangat kompetitif, kenaikan upah dan biaya jaminan sosial dianggap sebagai beban tambahan yang dapat menggerus keuntungan dan menurunkan daya saing, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah.

Kekhawatiran ini seringkali beralasan dari perspektif bisnis murni yang berfokus pada efisiensi biaya untuk bertahan dan berkembang di pasar yang ketat. Mereka berargumen bahwa tuntutan upah tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas yang signifikan dapat menyebabkan perusahaan kesulitan finansial, bahkan berujung pada pemutusan hubungan kerja massal atau relokasi industri ke wilayah yang lebih "ramah" terhadap biaya tenaga kerja.

Tantangan lain datang dari sektor informal yang masih sangat besar di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Pekerja di sektor ini seringkali tidak memiliki hubungan kerja formal, sehingga sulit untuk menjamin upah minimum atau kepesertaan dalam program jaminan sosial. Ini menciptakan kesenjangan kesejahteraan yang lebar dalam masyarakat dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.

Lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap implementasi undang-undang ketenagakerjaan juga menjadi penghalang. Meskipun regulasi mengenai upah minimum dan jaminan sosial mungkin sudah ada di atas kertas, praktik di lapangan seringkali jauh dari harapan. Masih banyak kasus pelanggaran hak buruh yang luput dari perhatian atau sulit untuk ditindaklanjuti secara efektif, menjadikan "upah layak" hanya sekadar norma tanpa kekuatan mengikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun