Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengungkap Sisi Gelap Sirkus Taman Safari: Pelajaran Pahit Tentang HAM dan Kebutuhan Dialog

24 April 2025   13:28 Diperbarui: 24 April 2025   13:28 1700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Pemain sirkus. | Image by Pexels/Pedro Dias via Kompas.com

Ada sisi lain yang sering tidak terlihat dari gemerlap panggung sirkus. Di balik tawa penonton dan tepuk tangan yang meriah, ternyata ada kisah-kisah kelam yang tersimpan rapat. Kisah ini akhirnya terungkap ke publik, membawa kesaksian yang begitu memilukan dari orang-orang yang pernah mengalaminya sendiri.

Mereka adalah para mantan pemain dari Oriental Circus Indonesia, sebuah nama yang tidak asing lagi di dunia hiburan tanah air. Setelah bertahun-tahun menyimpan beban pengalaman berat, mereka memberanikan diri untuk maju dan berbicara.

Momen penting itu terjadi di sebuah lembaga negara yang punya peran sangat krusial, pada Selasa, (15/4/2025. Mereka datang ke Kementerian Hak Asasi Manusia, atau Kementerian HAM.

Kedatangan mereka bukan tanpa tujuan. Mereka datang untuk mengikuti sebuah audiensi. Ini adalah kesempatan untuk didengar langsung oleh pihak yang berwenang mengenai apa yang mereka alami.

Di ruangan audiensi tersebut, mereka berbicara secara langsung di hadapan seorang pejabat tinggi, Mugiyanto, Wakil Menteri HAM . Dengan suara bergetar, mereka menyampaikan pengalaman pahit yang telah membayangi hidup mereka.

Pengalaman pahit itu bukan hanya sehari dua hari. Mereka mengatakan bahwa perlakuan tidak menyenangkan itu sudah mereka alami selama bertahun-tahun. Periode waktu yang sangat lama untuk menanggung beban yang berat.

Cerita mereka mengungkap berbagai bentuk penderitaan. Salah satunya adalah kekerasan fisik. Tubuh mereka mungkin pernah merasakan pukulan, tendangan, atau perlakuan kasar lainnya selama proses pelatihan atau saat melakukan kesalahan.

Selain kekerasan fisik, mereka juga menceritakan adanya eksploitasi. Tenaga, bakat, dan kemampuan mereka digunakan secara maksimal untuk pertunjukan, tapi hak-hak mereka sebagai pekerja atau bahkan sebagai manusia tidak dipenuhi dengan layak.

Secara keseluruhan, perlakuan yang mereka terima digambarkan sebagai tidak manusiawi. Mereka tidak diperlakukan selayaknya manusia yang punya martabat dan hak dasar yang harus dihormati.

Kisah tragis ini ternyata punya titik awal yang cukup mengejutkan. Kejadian ini bermula dari sebuah kelompok sirkus yang beroperasi di Indonesia. Kelompok ini sedang dalam misi pencarian bibit-bibit unggul.

Mereka mencari anak-anak yang dianggap punya potensi atau bakat alami untuk dilatih menjadi pemain sirkus. Tujuan mereka adalah menghasilkan pemain-pemain handal untuk dipertontonkan di arena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun