Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siasat

23 Mei 2020   07:52 Diperbarui: 23 Mei 2020   07:52 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ndes, lihat"

Kami menatap, menuju kearah tatapan Mang Sat. Terdiam dan membatin. Edan.

"Mapnya biru Ndes,.."

Berlebihan. Kata anak Milineal, Lebay.

Kubiarkan bujang lapuk itu meracau. Mengamati dari kejauhan beberapa mahasiswi yang masuk ke gedung E. 

Benar bujang lapuk, karena diantara perjaka yang biasa lembur di ruang senat mahasiswa, dia kategori golongan tua. Reputasinya, pria berumur,  yang belum pernah pacaran. Tetapi untuk urusan hati, dia memegang rekor MURI,  pria yang belum pernah disakiti. Korelasinya cukup jelaskan. Tidak perlu dibahas lebih.

Tetapi jangan salah, untuk urusan hati, ia kami  percaya sebagai penasehat. Meski tidak ada satupun sarannya yang kami eksekusi. Ini hanya cara kami mengapresiasi ketegaran hatinya mempertahankan prinsip. 

Namanya Satria. Tetapi kami lebih suka memanggilnya Mang Sat. Tadinya mau panggil Bang Sat. Tapi takut melanggar norma kesusilaan timur.

Aku tidak tahu yang jadi fokus perhatian Mang Sat tadi,  mahasiswi yang  mempesona atau map biru yang di bawa mahasiswi itu. Prilakunya agak  ganjil, tidak biasa, cenderung langka. Bagaimana seorang pemegang rekor, pria teguh beriman, tiba-tiba tergoda mahasiswi pegang map biru, dan berwajah cantik, melankolik, atau apalah.  Kampus ini, gudangnya. Tinggal tunjuk kalau mau. Maksudnya, menunjuk jika dia, dia, dia, dan dia, cantik. Bukan dipacarin, kalau itu butuh perjuangan.

Begitu sampai di kantor senat,aku baru sadar semua sikap berlebihan Mang Sat barusan. Itu setelah melalui kesadaran penuh. Demonstrasi, diskusi hingga larut, benar-benar menguras energi  kesadaranku. Bahkan kadang-kadang aku lupa sudah makan apa belum. Begitu Mie goreng siap  dituangkan ke dalam mangkok, baru sadar jika mangkok beberapa menit sebelumnya belum kucuci. Untung lupa makan dan makan lagi. Jika belum makan tapi ingatnya sudah, aku bisa kurus dan mati. Celaka!

Mahasiswi menenteng map, berarti mahasiswi baru daftar ulang. Map biru, berarti fakultasku. Cantik, kalau itu tidak  perlu aku jelaskan di sini. Kampus ini kawasannya. Tidak perlu ragu. Bahkan semua kecantikan khas daerah ada di sini. Papua hingga Aceh, ada!

Aha..! Cling ! Gambarnya pasti ada lampu pijar di atas kepalaku. Itu berarti gadis  tadi adalah satu dari sekian banyak mahasiswi yang bisa saja masuk dalam radarku di acara Social Gathering nanti. Persekongkolan mahasiswa senior yang jomblonya kebangetan. Kadang yang bikin senat rame peminat di awalnya, meski begitu terekrut, dan tahu  aktivitasnya,  mundur teratur. Emang mereka pikir jadi aktivis mahasiswa cuma supaya bisa godain junior. Picik !

Ternyata, prilaku langka Mang Sat adalah kode rahasia yang sudah diketahui umum, sinyal norak yang menegaskan ada peluang. Tinggal atur kesempatan, maka bisnis bisa dijalankan. Oalah...! Maksudnya prospek. Seperti agen MLM atau asuransi men"terror" calon nasabah. Tetapi karena kodenya dari Mang Sat, jadi kami abaikan, karena biasanya juga begitu. Kesempatan itu tidak segera dipahami dan dimengerti. Sorry ya sobat!

...

"Alina, nama anak baru kemarin Alina Ndes!"

"Wuih keren, tumben Mang kamu responsif  begitu."

"Walah pura-pura begok lagi ini manusia!"

Aku tertawa.

Sore kemarin Mang Sat mampir ke kosku, sepulang rapat senat. Bicara ngalor-ngidul alias ke sana  kemari tidak jelas. Selingan, daripada terus-terusan membicarakan kebencian yang meletup-letup pada rezim. Bisa dibilang,  ini fefresing. Cara khas mahasiswa kiriman cekak. Di  kosan dan ngobrol ngelantur dengan teman-teman sepenanggungan. Rasanya sudah mirip seperti duduk di bar sambil minum vodka. Ngelanturnya sama, sebabnya aja yang beda. Satu perlu minuman yang memabukkan, satunya cukup merenungi nasib. Tema besarnya sih sama,  solidaritas. Hadeh !

Ujungnya, Mang Sat bahas Alina. Mahasiswi baru yang kemarin sempat bikin dia berprilaku aneh di luar kebiasaan.

"Kamu suka Mang sama Alina?"

Dia malah ketawa

"Guoblok ! Kamu itu benar-benar Guoblok ya Ndes!"

Lagi-lagi dia ketawa. Aku tersenyum kecut, dapat umpatan sadis dua kali. Tetapi biasanya juga begitu.

"Aku itu mau kasih tau kamu, malah bilang suka. Makanya rekormu sebagai pria paling banyak di tolak tak terkalahkan"

"Tetapi setidaknya aku  kan pernah pacaran dan punya pacar. Bukan ngaku pacaran tapi nggak punya pacar."

Kami tertawa, lebih lepas kali ini. Atau lebih tepatnya, ngakak !

Kata Mang Sat, Alina ambil jurusan sama dengan dia. Bimbingan konseling. Tetapi aneh juga melihat sikap Mang Sat yang seblingsatan itu pengin membuat aku bisa berkenalan sama Alina. Padahal dia juga baru tahu namanya, itupun dari fasilitas  yang melekat padanya, panitia Social Gathering Senat Fakultas. Sehingga punya akses ke data mahasiswa baru yang ada di kantornya pembantu dekan tiga.

" Di matamu Alina istimewa banget ya Mang?"

"Wah, buta ini anak !"

Mang Sat dengan gaya jeleknya yang kelewatan menunjuk-nunjuk mataku. Sebenarnya dia juga nggak ganteng juga. Tapi unik. Sepertinya, satu-satunya juga di dunia. Kalau yang ini asli, aku cuma menduga. Soalnya juga tidak tahu dia ada kembarannya atau tidak.

"Kamu  lihat sendiri saja deh nanti di acara, kalau dia biasa aja menurutmu, iris kupingku!"

Penasaran.

Aku masih ingat ketika memberi  kode pada Mang Sat, siapa saja yang nanti kuwawancara. Cara kami mencari bibit baru untuk regenerasi Senat Mahasiswa Fakultas, di akhir acara sosial gathering. Nama Alina, menjadi salah satu yang kusebut. Sudah kuduga reaksinya. Beberapa kali ia menunjukkan ekspresi kemenangan. Meski waktu itu kami lupa taruhan. Karena bingung juga apalagi yang mau dipertaruhkan.

Namanya, sengaja kumasukkan di deret  terakhir. Biar lebih leluasa nanti saat bicara. Aku perlu tahu banyak tentang dia. Termasuk pacarnya. Ini penting, demi keberlangsungan masa depan.  Hem.., siapa tahu?

Tetapi aku sendiri bingung, ketika giliran namanya. Degup jantungku berdetak lebih kencang, aku memang kurang tidur, tapi gejalanya agak beda. Kakiku bergetar, tremor  datang tiba-tiba. Mang Sat bener, jangan-jangan ini mahasiswi benar-benar tidak biasa. Jadi-jadian. Padahal, aku baru minta pendampingku wawancara memanggilnya.

"Alina! Namaku Alina."

Begitu ia mengulang, setelah sesaat aku tidak merespon.

Sepertinya, Mang Sat memang benar-benar mensetting keadaan. Iman yang sejak awal mendampingi wawancara, tiba-tiba tidak nongol bareng  mahasiswi yang ia panggil. Kabur. Sialan. Kenapa aku jadi gelagepan begini.

"Mas, jadi nggak sih ini wawancaranya?"

Melihat aku sibuk sendiri dengan catatan dan celingukan mencari Iman.

Benar-benar gugup.

Ini pasti sugesti Mang Sat yang hampir di setiap kesempatan sebelum ini selalu bahas Alina. Tetapi  aku juga tidak mungkin membohongiku diri sendiri, bagaimana rupawannya mahasiswi yang kini di depanku. Meski hanya mengenakan seragam hitam putih, lengkap banderol nama di dada. Rambut kepang dua tanpa polesan make up sama sekali. Amboy, alami!

Tidak banyak yang berhasil kutanyakan. Tetapi ada hal penting yang kuketahui. Itu sudah cukup. Kos dan nomer telponnya di Salatiga.

"Menurutku nanti aku akan bergabung di Senat Mahasiswa. Karena sepertinya berorganisasi saat mahasiswa itu menarik. Aku suka."

Begitu ia menutup kalimatnya. Mendengarnya, aku lega. Sepertinya Alina tahu kegelisahanku dan aku butuh penegasan sebagai hasil wawancara kali ini. Buat laporan untuk bahan evaluasi di rapat senat mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun