Bendera merah putih tetap berkibar, tapi di hatiku ada satu jiwa yang juga merdeka, -Mama, yang akhirnya bebas dari rasa sakit, dari lelah, dari semua beban.
Belajar Ikhlas
Seorang teman pernah berkata padaku:
“Ilmu paling sulit adalah ikhlas. Dalam cinta, ikhlas adalah puncak tertinggi.”
Kalimat itu terus terngiang. Jujur, aku belum sepenuhnya bisa ikhlas. Masih ada sesal karena aku terlalu cuek, jarang membalas chat Mama, jarang menanyakan kabarnya. Masih ada rasa bersalah karena merasa belum melakukan cukup banyak.
Tapi aku tahu, jalan ke depan hanya bisa ditempuh dengan belajar ikhlas. Kehilangan tidak pernah mudah, tapi cinta yang tersisa harus tetap kujaga.
Menutup Catatan
Kini, setiap kali aku membuka WhatsApp, aku sadar tidak akan ada lagi chat dari Mama. Tidak ada lagi foto editan FaceApp yang dulu sempat membuatku menggelengkan kepala. Tidak ada lagi kalimat cerewet yang dulu sering kuabaikan.
Yang ada hanyalah kenangan. Tapi justru di situlah Mama tetap hidup dalam setiap senyumnya yang kuingat, dalam setiap kebaikan yang pernah ia lakukan, dalam setiap doa yang dulu ia panjatkan untuk anak-anaknya.
Mama, selamat jalan.
Semoga damai di rumah abadi.
Aku akan melanjutkan hidup dengan membawa semua kebaikan yang pernah kau tanam.
Dan setiap kali lagu Barasuara “Terbuang Dalam Waktu” diputar, aku akan mengingatmu. Bukan dengan air mata semata, tapi dengan cinta yang abadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI