Mohon tunggu...
Joseph Bagaskara
Joseph Bagaskara Mohon Tunggu... Creative Professional

Penulis dan pekerja kreatif di industri musik, lulusan D3 Bahasa Inggris Universitas Airlangga dan saat ini menempuh studi S1 Manajemen di Universitas Hayam Wuruk. Berpengalaman sebagai Music composer sekaligus pengamat tren, saya aktif mengeksplorasi isu psikologi, budaya populer, dan fenomena sosial modern. Saya percaya bahwa tulisan yang kritis, otentik, dan insightful dapat membuka perspektif baru bagi pembaca, saya selalu tertarik membedah makna di balik musik, gaya hidup, dan dinamika masyarakat urban Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sehari Sebelum Merdeka, Belajar Makna "Terbuang Dalam Waktu"

22 Agustus 2025   14:11 Diperbarui: 22 Agustus 2025   14:11 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Illustrasi : ChatGPT

Kini, setelah Mama pergi, lagu itu terasa seperti nubuat. Seakan Barasuara sudah menuliskan isi hatiku sebelum aku sendiri mengalaminya.

“Tangis yang terbendung, terbuang dalam waktu yang meluruh.”

Kalimat itu menusukku. Betapa banyak tangis yang kutahan selama ini, betapa banyak kata yang tidak pernah kusampaikan, betapa banyak chat Mama yang tidak kujawab. Semua kini terasa terbuang dalam waktu.

Lagu itu bukan lagi sekadar musik. Ia berubah menjadi cermin. Setiap baitnya mengingatkanku pada kehilangan, penyesalan, dan cinta yang sudah tidak bisa lagi kutunjukkan secara langsung.

Cinta yang Tersisa

Di tengah runtuhnya dunia, aku juga menyaksikan betapa luasnya cinta yang Mama tinggalkan. Tanpa diminta, tetangga sudah menyiapkan terop dan kursi. Pendeta datang untuk memimpin ibadah. Teman-teman Mama berdatangan, membawakan doa dan kenangan.

Aku melihat sendiri betapa Mama dicintai orang banyak. Ia memang selalu begitu: ramah, murah hati, suka memberi jajan untuk anak-anak kecil, suka menyapa orang asing dengan hangat. Mungkin aku dulu menganggap kebiasaannya itu sepele, atau bahkan agak aneh. Tapi kini aku sadar, itulah yang membuat Mama dikenang.

Kebaikan yang ia tanamkan, kini kembali sebagai dukungan untuk keluarga kami yang berduka.

17 Agustus yang Berbeda

Esok harinya, Indonesia merayakan kemerdekaan. Jalanan ramai dengan bendera, upacara, dan lomba. Tapi bagiku, 17 Agustus tahun ini terasa lain.

Di saat orang merayakan kebebasan, aku justru belajar arti kemerdekaan yang berbeda: kemerdekaan Mama dari sakit yang selama ini mengekang tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun