Tulisan yang sudah saya coret-coret atau saya koreksi tersebut, pada pertemuan ekstrakurikuler berikutnya dibahas dan saya minta untuk diperbaiki. Apa reaksi murid saat mendapat tugas itu?
Mereka protes karena harus menulis ulang ceritanya dengan tanda baca dan penggunaan huruf kapital atau huruf kecil, sesuai koreksian.
"Kalau kalian nggak menulis ulang, nanti akan terbiasa menulis asal. Padahal menulis itu ada aturannya," terang saya. Lalu saya juga tekankan bahwa apa yang saya tugaskan itu untuk melatih agar mereka terbiasa menulis sesuai aturan karena bermanfaat untuk kelas atau jenjang sekolah berikutnya, SMP/MTS/sederajat.
"Bu Jora pernah diceritai teman yang mengajar di SMP kalau banyak murid SMP yang baca dan menulis saja belum lancar. Nah, itu akan menghambat pelajaran di SMP. Padahal menulis rapi dan sesuai aturan sudah dikenalkan selama kalian di SD."
Murid-murid akhirnya menuruti nasihat saya untuk menulis ulang cerita mereka dengan koreksian yang sudah ada. Sambil mereka menulis ulang, saya masih mengingatkan beberapa murid yang tulisannya sulit dibaca. Bentuk huruf pun masih ada yang keliru dalam penulisannya. Misalnya saja huruf a (kecil) ditulis seperti huruf q (kecil).
"Kalau nulis huruf a seperti itu, tulisanmu tidak terbaca. Bu Jora tadi bingung bacanya, tapi akhirnya Bu Jora mengira-ira kalau itu tadi huruf a. Di sini, Bu Jora masih mau mengira-ira bacanya, lha nanti kalau di SMP atau SMA, guru di sana nggak mau baca."
Nasihat seperti itu sebenarnya bukan untuk menakut-nakuti murid, tetapi mereka perlu diarahkan agar bentuk huruf benar-benar tepat. Mumpung mereka masih di SD, belum terlanjur parah dalam menulis.
Meski menghadapi hal tersebut, membimbing para murid untuk bercerita dalam bentuk tulisan tetap menjadi tantangan bagi saya pribadi. Saya tetap berusaha sedikit demi sedikit memperbaiki tulisan murid. Tentu saya tetap komunikasikan dengan Guru Kelas masing-masing.
Dari beberapa pertemuan ekstrakurikuler bercerita, sudah ada perkembangan dalam hal menulis, meski tidak seratus persen. Saya menyadari bahwa kemampuan murid memang beda-beda. Setidaknya, mereka belajar menulis sesuai ejaan, penggunaan tanda baca yang tepat, meski tetap harus tetap diingatkan terus.
Menulis memang harus dibiasakan di sekolah, karena saat di rumah, terkadang murid ada yang dipantau orang tua, ada juga yang dibiarkan.
Keterampilan menulis akan mengasah kemampuan bercerita yang pada akhirnya akan memancing imajinasi, analisa, kritik terhadap segala sesuatu yang dekat dengan murid.