Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Rico, si Anak Harimau yang Lucu

27 Juni 2025   17:41 Diperbarui: 27 Juni 2025   17:41 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dengan bing.com/ dokpri 

"Ah...Sudah Subuh. Ibu pasti masih di masjid. Mumpung Ibu di sana, aku mau pergi, ah!" gumam Rico, si anak harimau yang lucu. 

Beberapa hari ini Rico memang selalu mencari kesempatan untuk pergi dan bermain sendiri. Dia sering merasa iri karena teman-temannya bermain sendirian, tanpa ibu di sampingnya. Dia merasa malu. Oleh karena itu, saat ibunya ke masjid, dia mau pergi sendirian.

Rico bergegas bangun, wudhu dan shalat Subuh. Setelah itu dia berjalan ke arah pintu rumah. 

Krekkkk.

Pintu rumah pun terbuka. Rico sangat senang karena ibu tidak mengunci rumahnya saat pergi ke masjid.

Rico berjalan dengan mantap, dengan membawa tas berisi bekal untuk bermain ke Taman Hutan yang terkenal indah. Dia sering mendengar Kero berkata kalau di taman hutan ada banyak wahana permainan.

Saat berjalan menuju Taman Hutan, Rico bersenandung kecil. Tak lupa, dia meninggalkan jejak untuk mempermudahnya kalau mau pulang karena dia memang belum pernah ke taman hutan. Setiap belokan, ditinggalkannya tanda jejaknya.

Di tengah perjalanan, dia melihat seekor anak rusa yang cantik. Rusa itu sedang makan. Rico pun mendekati anak rusa itu.

"Hai, siapa namamu?"

Anak rusa itu terkejut dan terlihat ketakutan. 

"Maaf, mengejutkanmu. Aku hanya mau tanya, apakah taman kota masih jauh?" ucap Rico.

Anak rusa itu menggelengkan kepala. Wajahnya masih terlihat pucat. Dari kejauhan, seekor rusa dewasa mendekati mereka. Anak rusa itu pun berlari mendekati rusa dewasa itu.

"Siapa dia, Satuca?" tanya rusa dewasa itu.

"Nggak tahu, Bu."

Rico sekarang paham kalau anak rusa yang bernama Satuca itu takut melihatnya. Dia bersembunyi di belakang ibunya. Rico pun mengatakan maksud kedatangannya.

"Oh...mau ke Taman Hutan?"

Ibu Satuca menunjukkan arahnya.

***

Di Taman Hutan. Cuaca cerah. Udara sejuk. Rico melihat sekitar taman. Ada banyak wahana bermain. Ada perosotan, ayunan, kolam renang dan banyak lainnya.

Di sana sudah banyak anak hewan yang bermain bersama. Rico mendekati mereka dengan senyuman. Dia tidak mau kalau hewan-hewan itu terkejut dan takut melihatnya.

Rico menyapa ramah hewan-hewan yang bermain di Taman Hutan. Meski suaranya pelan dan senyum terpancar dari wajahnya, tetap saja hewan-hewan itu takut.

"Jangan takut, teman-teman! Aku Rico. Aku cuma mau ikut bermain dengan kalian, kok!"

Meski Rico mengucapkan hal itu, hewan-hewan itu menjauh dari Rico. Rico paham dan bermain sendiri. 

"Aku nggak akan ganggu kalian. Tenang saja."

Benar saja, Rico mandi di kolam lalu bermain perosotan sendiri. Dia membiarkan teman-teman barunya tenang bermain. Mendengar suara tawa saat mereka bermain itu sudah sangat menyenangkan baginya. Dia merasa kalau hidupnya lebih bahagia kalau mengenal banyak teman, tidak hanya bersama ibunya.

Merasa tidak diganggu Rico, Moni si anak monyet pun berani mendekat ke tempat Rico bermain. Mereka berbincang asyik. Lama kelamaan, Cici si kelinci, Ulel si ulat, Lilo si ular, Ratuca, dan teman lain pun bergabung.

Mereka bermain bersama-sama hingga sore tiba. Matahari sudah mulai bergerak ke arah barat. Satu persatu teman Rico berpamitan. 

"Ya, teman-teman. Aku juga mau pulang."

***

Hari semakin gelap. Langit tertutup awan hitam. Angin bergerak cepat. Dedaunan berjatuhan. 

Rico berjalan pelan. Dia mencari-cari jejak untuk kembali pulang. Namun, dia hanya menemukan beberapa tanda jejak saja. 

Mau tidak mau, Rico mengingat-ingat kembali jalan pulang. Dilihatnya sekeliling tempatnya berdiri. Jalan terlihat sama. Banyak rumput rimbun dan pohon yang tinggi menjulang.

Dari kejauhan terdengar suara hujan yang mulai turun. Rico pun kebingungan. 

"Aku harus segera pulang, tapi mana jalannya?" 

Semakin lama mengingat-ingat jalan pulang, hujan semakin deras. Rico berlari untuk mencari tempat berteduh. Untunglah, ada sebuah gubuk di tengah hutan. Dia duduk di bawah gubuk itu. Dalam hati, Rico sangat menyesal karena pergi bermain sendirian. Dia membayangkan, pasti ibunya sangat khawatir karena dia belum sampai rumah, apalagi cuaca hujan deras seperti ini.

Rico duduk di sudut gubuk agar tidak terkena air hujan. Tiba-tiba, dari arah samping, terlihat bayang-bayang. Semakin lama, bayangan itu semakin dekat dan besar. Rico ketakutan dan menangis tersedu-sedu.

"Ibu, aku takuuut. Huhuuuuu..."

Tak ada suara apapun, hanya hembusan angin yang dirasakan Rico. Sementara petir mulai terdengar, membuat Rico semakin keras menangis.

"Rico...Rico...di mana kamu, Nak?"

Samar-samar Rico mendengar suara ibunya.

"Ibu, aku di sini!" ucap Rico dengan suara gemetar.

***

"Maafkan aku, Bu."

Ibu Rico membelai Rico. "Iya, Rico. Lain kali, kamu harus pamit kalau mau pergi. Dan lagi, kamu jangan buru-buru ingin bermain sendirian seperti ini. Kalau nggak tahu jalan pulang, kamu sedih, kan?"

Rico mengangguk pelan. Dia merasa kalau yang dilakukan hari ini salah. 

"Kamu belum cukup umur untuk pergi sendirian. Untung saja Ibu menemukan tanda jejak yang kamu tinggalkan. Tapi tanda jejak itu banyak yang bergeser karena kena air hujan."

Rico mengerti, kenapa tanda jejaknya tak ditemukannya dari tadi. Rupanya tergeser oleh air hujan.

"Pelan-pelan Ibu akan ajari kamu pergi sendiri. Tapi kamu harus sabar. Paham kan, Rico?"

"Iya, Bu. Aku paham."

___

Branjang, 27 Juni 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun